KELOMPOK HUKUM PAJAK
PAPER ANALISIS PAJAK DAERAH MENGENAI
PAJAK PENERANGAN JALAN
Disusun oleh :
1. NANDIKA AGUNG PUTRA. B ( 125010107111009 )
2. ANNAS ADI NUGROHO (
125010107111001 )
3. DESKA ADIYANA P.P (
125010107111020 )
4. AGUNG SETIAWAN (
125010106111001 )
5. LALU MUHAMMAD LUQMAN YAFIE ( 125010101111018 )
Mata Kuliah : Hukum
Pajak
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
Analisis Pajak Daerah
mengenai Pajak Penerangan Jalan
I.
Pendahuluan
A. Pengertian
Pajak
Pengertian pajak menurut beberapa ahli
antara lain, menurut Mangkoesoebroto :
“Pajak
adalah suatu pungutan yang merupakan hak prerogative pemerintah, pungutan
tersebut didasarkan pada Undang-Undang, pemungutannya dapat dipaksakan kepada
subjek pajak untuk mana tidak ada balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan
penggunaannya” (Mangkoesoebroto, 1998:181).
Sedangkan
Rochmad Soemitro, menyatakan sebagai berikut :
“Pajak
adalah iuran kepada kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat cara timbal balik (kontra prestasi), yang
langsung dapat ditujukan dan di gunakan untuk membayar pengeluaran umum.”
Berdasarkan
pendapat para ahli di atas tersebut di atas disimpulkan bahwa pajak adalah
iuran atau pungutan yang digunakan oleh suatu badan yang bersifat umum (negara)
untuk memasukkan uang ke dalam kas negara dalam menutupi segala pengeluaran
yang telah dilakukan dimana pemungutannya dapat dipaksakan oleh kekuatan
publik.
B. Fungsi
Pajak
Peraturan
pajak dibuat dengan didasarkan pada tujuan meningkatkan kesejahteraan umum.
Untuk meningkatkan kesejahteraan umum aturan pajak tidak semata-mata dibuat untuk
memasok uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara, akan tetapi harus memiliki
sifat yang mengatur guna meningkatkan taraf kehidupan masyarakat. Penerimaan
atas uang untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat harus ditingkatkan lagi
serta pemungutannya harus berdasarkan aturan-aturan yang berlaku. Fungsi pajak
menurut Mardiasmo (2003) dalam bukunya yang berjudul “Perpajakan” adalah
sebagai berikut :
a.
Fungsi Budgetair
Pemungutan
pajak bertujuan untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang
pada waktunya akan digunakan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara
baik untuk pengeluaran rutin dalam melaksanakan mekanisme pemerintahan maupun pengeluaran
untuk membiayai pembangunan.
b. Fungsi
Mengatur
Pada
lapangan perekonomian, pengaturan pajak memberikan dorongan kepada pengusaha
untuk memperbesar produksinya, dapat juga memberikan keringanan atau pembesaran
pajak pada para penabung dengan maksud menarik uang dari masyarakat dan
menyalurkannya antara lain ke sektor produktif. Dengan adanya industri baru
maka dapat menampung tenaga kerja yang lebih banyak, sehingga pengangguran berkurang
dan pemerataan pendapatan akan dapat terlaksana untuk mencapai keadilan sosial
ekonomi dalam masyarakat.
C.
Asas
Pemungutan pajak
Ada
pula asas pemungutan pajak yang dikemukakan oleh Adam Smith didasarkan pada
asas berikut :
a.
Equality
Pemungutan
pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan kepada orang atau
pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan membayar pajak atau ability to
pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
b.
Certainty
Penetapan
pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu, wajib pajak harus
mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak terutang, kapan harus dibayar,
serta batas waktu pembayaran.
c.
Convenience of payment
Kapan
wajib pajak itu harus membayar wajib pajak sebaiknya sesuai dengan saat-saat
yang tidak menyulitkan wajib pajak.
d.
Economics of collection
Secara
ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan kewajiban pajak bagi wajib
pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian pula beban yg dipikul wajib pajak.
D. Jenis-Jenis
Pajak
Ø
Menurut Lembaga
Pemungutnya
1. Pajak
Pusat
Pajak Pusat yang berlaku di Indonesia sampai saat
ini adalah:
a. Pajak
Penghasilan (PPh) dasar hukum pengenaan pajak penghasilan adalah undang undang
no.7 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang undang no.17
tahun 2000.
b. Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPn BM)
dasar hukum pengenaan PPN & PPn BM adalah undang-undang no.8 tahun 1983
sebagaimana telah diubah terakhir dengan undang-undang no.18 tahun 2000.
undang-undang PPN & PPn BM efektif mulai berlaku sejak tanggal 1 april 1985
dan merupakan pengganti UU pajak Penjualan 1951.
c. Bea
Materai dasar hukum pengenaan bea materai adalah undang-undang no.13 tahun
1985. undang-undang bea materai berlaku mulai tanggal 1 januari 1986 menggantikan
peraturan dan undang-undang bea materai yang lama (aturan bea materai 1921).
2.
Pajak Daerah
Dasar
hukum pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah adalah undang-undang no.18
tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah
terakhir dengan undang-undang no.34 tahun 2000.
Pajak
daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Pajak
propinsi, terdiri dari:
a. Pajak
Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air.
b. Bea
balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
c. Pajak
bahan bakar kendaraan bermotor.
d. Pajak
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan.
e. Pajak
Rokok
2. Pajak
kabupaten/kota; terdiri dari:
a. Pajak
Hotel.
b. Pajak
Restoran.
c. Pajak
Hiburan
d. Pajak
Reklame
e. Pajak
Penerangan Jalan.
f. Pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak
Parkir
h. Pajak
air tanah
i.
Pajak sarang burung
wallet
j.
Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan
k. BPHTB
E. Pengertian
Pajak Daerah
Menurut
UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor 18 tahun 1997 tentang
Pajak daerah dan Retribusi Daerah
“Pajak daerah adalah
iuran wajib yang dialihkan oleh orang pribadi dan badan kepada daerah tanpa
imbala langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan pembangunan daerah”.
F. Jenis-Jenis
Pajak Daerah
Sesuai
dengan pembagian administrasi daerah, maka pajak daerah dapat digolongkan
menjadi 2 macam yaitu:
A. Pajak
Pajak Propinsi, terdiri dari
a. Pajak
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, yaitu pajak atas kepemilikan
dan/atau penguasaaan kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
b. Bea
balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, yaitu pajak atas
penyerahan hak milik kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air sebagai
akibat dari perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang
terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke
dalam badan usaha.
c. Pajak
bahan bakar kendaraan bermotor, yaitu pajak atas bahan bakar yang disediakan
atau dianggap digunakan untuk kendaran bermotor, termasuk bahan bakar yang
digunakan untuk kendaraan di atas air.
d. Pajak
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan, yaitu pajak atas
pengambilan dan pemanfaatan air di bawah tanah dan/atau air permukaan untuk
digunakan bagi orang pribadi atau bada, kecuali untuk keperluan dasar rumah
tangga dan pertanian rakyat.
B. Pajak
Pajak Kabupaten/Kota
a. Pajak
Hotel
Adalah pajak atas pelayanan Hotel. Hotel adalah
bangunan yang khusus disediakan bagi orang-orang untuk dapat menginap atau
istirahat, memperoleh pelayanan, dan atau fasilitas lain dengan dipungut
bayaran termasuk bangunan lainnya yang menyatu, dikelola dan dimiliki pihak
yang sama, kecuali untuk pertokoan dan perkantoran.
b. Pajak
Restoran
Adalah pajak atas pelayanan restoran. Restoran
adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan
dipungut bayaran, tidak termasuk jasa boga atau catering.
c. Pajak
Hiburan
Adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan
adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, ketangkasan, dan atau keramaian
dengan nama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang
dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah
raga.
d. Pajak
Reklame
Adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame
adalah benda, alat perbuatan, atau media yang menurut bentuk dan corak ragamnya
untuk tujuan komersial, dipergunakan untuk memperkenalkan, menganjurkan atau
memuji suatu barang, jasa atau orang, ataupun untuk mencari perhatian umum
kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau dapat dilihat,
dibaca dan atau didengarkan dari suatu tempat umum kecuali yang diperlukan oleh
pemerintah.
e. Pajak
penerangan jalan
Adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan
ketentuan bahwa diwilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya
dibayar oleh pemerintah daerah.
f. Pajak
Pengambilan dan pengolahan bahan galian Golongan C
Adalah pajak atas kegiatan pengambilan bahan galian Golongan
C sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
g. Pajak
Parkir
Tempat parkir adalah tempat parkir diluar badan
jalan yang disediakan oleh orang pribadi atau badan, baik yang disediakan berkaitan
dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk
penyediaan tempat penitipan kendaran bermotor dan garasi kendaraan bermotor
yang memungut bayaran.
G. Sistem
Pemungutan Pajak Daerah
1.
Sistem Official
Assessment
Pemungutan
pajak daerah berdasarkan penetapan kepala daerah dengan menggunakan Surat
Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang dipersamakan. Wajib
Pajak setelah menerima SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan tinggal
melakukan pembayaran menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD) pada kantor
pos atau bank persepsi. Jika Wajib Pajak tidak atau kurang membayar akan
ditagih menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah.
2. Sistem
Self Assessment
Wajib
Pajak menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terutang.
Dokumen yang digunakan adalah Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD
adalah formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayaran dan melaporkan
pajak yang terutang. Jika wajib pajak tidak atau kurang membayar atau terdapat
salah hitung atau salah tulis dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan Surat
Tagihan Pajak Daerah (STPD).
Selain
memungut pajak, Pemerintah daerah juga bisa memungut retribusi. Adapun yang
dimaksud retribusi menurut Undang-undang No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah adalah: Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut
retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jas atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
II.
Analisis
Analisis mengenai pajak penerangan jalan
:
A. Pengertian
Pajak Penerangan Jalan (PPJ)
Pajak
penerangan adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, dengan ketentuan bahwa
di wilayah daerah tersebut tersedia penerangan jalan, yang rekeningnya dibayar
oleh pemerintah daerah. Penerangan jalan yang dimaksud adalah penggunaan tenaga
listrik untuk menerangi jalan umum yang rekeningnya dibebankan kepada
Pemerintah Daerah yang selanjutnya biaya tersebut dibebankan kepada masyarakat
pelanggan listrik.
Penerangan
jalan merupakan sarana menambah keindahan kota, kenyamanan serta ikut menunjang
terciptanya keamanan dan ketertiban yang dinikmati oleh masyarakat. Untuk membiayai
kebutuhan tersebut perlu adanya pengenaan pajak yang merata serta proporsional
untuk memenuhi rasa keadilan.
pajak
ini dipungut pemerintah daerah melalui PLN dalam bentuk kutipan dalam rekening
listrik. pajak ini dikatakan adil, menurut fungsi sosial dalam pajak karena
dasar pemakaiannya yang erat kaitannya dengan kemampuan bayar. Pajak penerangan
jalan boleh dikatakan cocok untuk penerimaan daerah.
B. Dasar
Hukum Pemungutan Pajak Penerangan Jalan
Pemungutan
Pajak Penerangan Jalan di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang
jelas dan kuat sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait
sesuai dengan azas the four maxims dari Adam Smith yaitu salah satunya azas
Certainly. Dasar hukum pemungutan Pajak Penerangan Jalan pada suatu Kabupaten/kota
adalah sebagai berikut.
1. Undang-Undang
Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas undang-undang Nomor 18 Tahun
1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 Tentang Pajak Daerah.
C. Objek
Pajak Penerangan Jalan
Objek
Pajak Penerangan Jalan adalah tenaga listrik di wilayah daerah yang tersedia
penerangan jalan yang rekeningnya dibayar oleh pemerintah kabupaten atau kota.
Penggunaan tenaga listrik baik yang disalurkan PLN dan bukan PLN.
D. Yang
Bukan Objek Pajak Penerangan Jalan
Pada
Pajak Penerangan Jalan, tidak semua penggunaan tenaga listrik dikenakan pajak.
Ada beberapa pengecualian yang tidak termasuk objek pajak, yaitu :
1. Penggunaan
listrik oleh instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
2. Penggunaan
tenaga listrik pada tempat-tempat yang digunakan oleh kedutaan, konsulat,
perwakilan asing, dan lembaga-lembaga internasional dengan asas timbal balik
berpedoman pada keputusan menteri keuangan.
3. Penggunaan
tenaga listrik yang berasal dari bukan PLN dengan kapasitas tertentu yang tidak
memerlukan izin dari instansi teknisi terkait.
4. Penggunaan
tenaga listrik lainnya yang diatur dengan peraturan daerah. Misalnya penggunaan
tenaga listrik yang digunakan untuk tempat ibadah serta panti asuhan yatim
piatu dan sejenisnya.
E.
Subjek Pajak dan Wajib
Pajak Pajak Penerangan Jalan
Pada
Pajak Penerangan Jalan, subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang
menggunakan tenaga listrik. Secara sederhana subjek pajak adalah konsumen yang
menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha penerangan
jalan. Sementara itu, wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menjadi
pelanggan dan atau pengguna tenaga listrik. Dalam hal ini berarti subjek pajak
sama dengan wajib pajak, atau dengan kata lain orang atau badan yang
menggunakan tenaga listrik merupakan subjek pajak yang ditetapkan menjadi wajib
pajak. Jika tenaga listrik disediakan oleh PLN, pemungutan Pajak Penerangan
Jalan dilakukan oleh PLN. Pelanggan merupakan pemakai tenaga listrik dari PLN,
sedangkan pengguna tenaga listrik umumnya merupakan pengguna tenaga listrik
bukan PLN, yang terbagi menjadi dua, yaitu pengguna tenaga listrik bukan PLN
untuk industri dan bukan untuk industri. Pengguna listrik bukan PLN untuk industri
meliputi penggunaan tenaga listrik oleh industri dan bisnis, sedangkan pengguna
listrik bukan PLN bukan untuk industri meliputi penggunaan tenaga listrik oleh
rumah tangga.
Dalam
menjalakan kewajiban perpajakannya wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu
yang diperkenankan oleh undang-undang dan Peraturan Daerah tentang Pajak
Penerangan Jalan. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau
secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang.
Selain
itu, wajib pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
F. Dasar
Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak Penerangan Jalan
1. Dasar
Pengenaan Pajak Penerangan Jalan
Dasar pengenaan Pajak Penerangan
Jalan adalah nilai jual tenaga listrik (NJTL).
NJTL ditetapkan dengan ketentuan
sebagai berikut;
a. Jika
tenaga listrik berasal dari PLN dengan pembayaran, NJTL adalah jumlah tagihan
biaya beban ditambah dengan biaya pemakaian kwh yang ditetapkan dalam rekening
listrik.
b. Jika
tenaga listrik berasal bukan dari PLN dengan tidak dipungut bayaran, NJTL
dihitung berdasarkan kapasitas tersedia, penggunaan listrik atau taksiran
penggunaan listrik, dan harga satuan listrik yang berlaku di wilayah daerah
yang bersangkutan. Harga satuan listrik ditetapkan oleh bupati/walikota dengan
berpedoman pada harga yang berlaku untuk PLN
c. Khusus
untuk kegiatan industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, NJTL ditetapkan
sebesar 30%. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pembebanan yang pada
akhirnya akan memberatkan masyarakat dan APBN karena pembayaran atas jenis
pajak ini dilakukan dari bagi hasil penerimaan negara dari sektor pertambangan
minyak bumi dan gas alam.
Nilai
jual tenaga listrik dihitung berdasarkan :
a. Besarnya
tagihan biaya penggunaan tenaga listrik bila tenaga listriknya berasal dari PLN
dan bukan PLN.
b. Totalitas
kapasitas tersedia, penggunaan listrik dan harga satuan yang berlaku apabila
tenaga listriknya berasal dari bukan PLN.
c. Dalam
hal tenaga listrik berasal dari PKN dan bukan PLN, harga satuan listrik
ditetapkan sama dengan tarif dasar listrik (TDL) yang berlaku bagi PLN.
2. Tarif
Pajak Penerangan Jalan
Tarif Pajak Penerangan Jalan
ditetapkan paling tinggi sebesar sepuluh persen dan ditetapkan dengan peraturan
daerah yang bersangkutan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keleluasaan
kepada pemerintah kabupaten/kota untuk menetapkan tarif pajak yang dipandang
sesuai dengan kondisi masing-masing daerah kabupaten/kota. Dengan demikian,
setiap daerah kota/kabupaten diberi kewenangan untuk menetapkan besarnya tarif
pajak yang mungkin berbeda dengan kabupaten/kota lainnya.
Sebagai contoh, Tarif Pajak
Penerangan Jalan Kota Malang berdasarkan Perda Kota Malang No 16 Tahun 2010
tentang Pajak Daerah Pasal 43.
Tarif Pajak Penerangan Jalan
ditetapkan :
a. Penggunaan
tenaga listrik dari sumber lain, dengan penggunaan untuk :
1. Rumah
Tangga sebesar 7% (tujuh persen) dari Nilai Jual Tenaga Listrik;
2. Bisnis
sebesar 5% (lima persen) dari Nilai Jual Tenaga Listrik;
3. Sosial
sebesar 0% (nol persen) dari Nilai Jual Tenaga Listrik;
4. Pemerintah
sebesar 0% (nol persen) dari Nilai Jual Tenaga Listrik;
5. Industri
sebesar 10% (sepuluh persen) dari Nilai Jual Tenaga Listrik.
b.
Penggunaan tenaga
listrik yang dihasilkan sendiri sebesar 1,5% (satu koma lima persen
3. Perhitungan
Pajak Penerangan Jalan
Besarnya pokok Pajak Penerangan
Jalan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar
pengenaan pajak. Secara umum perhitungan Pajak Penerangan Jalan adalah sesuai
denga rumus berikut:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x
Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x Nilai Jual Tenaga Listrik
Jika Pajak Penerangan Jalan
dipungut oleh PLN, besarnya pokok pajak terutang dihitung berdasarkan jumlah
rekening listrik yang dibayarkan oleh pelanggan PLN. Umumnya dalam rekening
listrik sudah tercantum perhitungan besarnya Pajak Penerangan Jalan yang harus
dibayar berdasarkan jumlah pemakaian listrik dan biaya langganan yang digunakan
oleh pelanggan PLN (jumlah yang tercantum dalam rekening listrik).
G. Masa
Pajak, Tahun Pajak, Saat Terutang Pajak, dan Wilayah Pemungutan Pajak
Penerangan Jalan
Pada Pajak Penerangan Jalan, masa
pajak merupakan jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan atau jangka
waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Dalam pengertian
masa pajak bagian dari bulan dihitung satu bulan penuh. Selain masa pajak,
dalam Pajak Penerangan Jalan juga ditentukan tahun pajak, yaitu jangka waktu
yang lamanya satu tahun takwim, kecuali wajib pajak menggunakan tahun buku yang
tidak sama dengan tahun takwim.
Pajak yang terutang merupakan Pajak
Penerangan Jalan yang harus dibayar oleh wajib pajak pada suatu saat, dalam
masa pajak, atau dalam tahun pajak menurut ketentuan peraturan daerah tentang
Pajak Penerangan Jalan yang ditetapkan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
setempat. Saat pajak terutang dalam masa pajak ditentukan sejak diterbitkannya
Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) Pajak Penerangan Jalan oleh
bupati/walikota.
Pajak Penerangan Jalan yang
terutang dipungut di wilayah kabupaten/kota tempat penggunaan tenaga listrik.
Hal ini terkait dengan kewenangan pemerintah kabupaten/kota yang hanya terbatas
atas setiap penggunaan tenaga listrik (baik yang berasal dari PLN maupun bukan
dari PLN) yang berlokasi dan terdaftar dalam lingkup wilayah administrasinya.
Praktik pemungutan Pajak Penerangan Jalan dapat dilakukan dengan cara bekerja
sama dengan PLN dan atau instansi lain yang ditunjukkan oleh bupati/walikota.
Tata cara pemungutan Pajak Penerangan
Jalan ditetapkan lebih lanjut oleh kepala daerah.
Sistem pemungutan pajak penerangan
jalan ada dua macam, yaitu:
1.
Tenaga listrik yang
disediakan PLN
Sistem pemungutannya adalah Witholding Assessment,
yaitu pengenaan pajak yang dipungut oleh pemungut pajak.
2.
Tenaga listrik yang
disediakan oleh Bukan PLN
Sistem pemungutannya adalah Official Assessment,
yaitu pengenaan pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak setelah terlebih dahulu
ditetapkan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.
H. Potensi
Penerimaan Pajak Penerangangan Jalan
Potensi Pajak Penerangan Jalan ini
diperoleh dengan cara mengalikan basis pajak (Tax Base) Pajak Penerangan
Jalan dengan tarif pajak yang berlaku.
Basis pajak (Tax Base)
merupakan hasil perhitungan biaya tarif beban dengan biaya pemakaian listrik
(KWH). Untuk mendapatkan hasil biaya tarif beban dengan cara mengalikan
persentase Pajak Penerangan Jalan berdasarkan golongan pelanggan PLN (Golongan
Rumah Tangga, Bisnis dan Industri), Jumlah pelanggan PLN dan rata-rata tarif
dasar listrik dari masing-masing golongan pelanggan PLN. Sedangkan untuk
mendapatkan hasil biaya pemakaian listrik (KWH) dengan cara mengalikan
persentase pajak penerangan jalan berdasarkan golongan pelanggan PLN (Golongan
Rumah Tangga, Bisnis dan Industri), Jumlah pemakaian listrik (KWH) dan rata-rata
tarif dasar listrik dari masing-masing golongan pelanggan PLN (Hamrolie,2003).
III.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian analisis kelompok kami diatas
bahwa dapat diketahui salah satu sumber dari
Pendapatan Asli Daerah adalah Pajak Daerah.
Salah
satu upaya dari Pemerintah Daerah dalam meningkatkan Pajak Daerah adalah
mengefektifkan sektor pendapatan Pajak Penerangan Jalan. Dimana Basis Pajak
Penerangan Jalan yang diperoleh dari penjumlahan antara biaya beban listrik dan
biaya pemakaian listrik dikalikan dengan tarif pajak yang telah ditetapkan
sehingga diperoleh potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan.
Apabila
potensi penerimaan Pajak Penerangan Jalan tersebut dapat direalisasikan dengan
jumlah nominal hampir sama dengan realisasi pendapatan Pajak Penerangan Jalan
yang diterima, maka Pajak Penerangan Jalan tersebut telah efektif.
Dengan
efektifnya pengelolaan Pajak Penerangan Jalan maka dihasilkan pendapatan Pajak
Penerangan Jalan yang maksimal, dimana diharapkan memberikan kontribusi yang
tinggi terhadap Pajak Daerah.
Oleh
sebab itu Pendapatan Asli Daerah dapat ditingkatkan, sehingga dapat membiayai pembangunan
daerah secara maksimal.
Oleh
karena itu optimalisasi potensi penerimaan dan efektivitas Pajak Penerangan
Jalan dan kontribusi sangat diperlukan untuk meningkatkan Pajak Daerah.
Dari analisis diatas maka muncul suatu kerangka
pemikiran yang oleh kelompok kami telah digambarkan sebagai berikut:
Gambar
Kerangka Pemikiran
Basis
Pajak Penerangan Jalan X Tarif Pajak
|
Efektivitas
Pajak Penerangan Jalan
|
Peningkatan Pajak Daerah
|
Realisasi
Penerimaan Pajak penerangan jalan
Penerangan
Jalan
|
Potensi
Penerimaan Pajak Penerangan Jalan
|
Daftar Pustaka
:
·
Undang – Undang Nomor
33 Tahun 2004. 2004. Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
·
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2000. 2000. Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
·
Undang-Undang Nomor.17
tahun 2000 tentang PPh
·
Undang-Undang Nomor 18
tahun 2000 tentang PPn dan PPn Bm
·
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001. 2001. Tentang Pajak Daerah. Departemen
Dalam Negeri
·
Peraturan Daerah Kota
Malang Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah
·
Erly Suandy. 2008. “Hukum Pajak”. Jakarta: Salemba Empat
·
H. Lutfi Effendi, SH.,
M.Hum. 2010 “Pokok-Pokok Hukum Pajak”.Malang:Bayu Media Publishing
·
www.pajak.go.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar