Jumat, 27 Mei 2016

Tugas Hukum Islam



SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM PADA MASA PEMBINAAN, PENGEMBANGAN, DAN PEMBUKUAN (ABAD VII-XM), MASA KELESUAN PEMIKIRAN (ABAD XM-XIXM) DAN MASA KEBANGKITAN KEMBALI (ABAD XIXM SAMPAI SEKARANG).

Pengajar :

Oleh : Kelompok 3
Nandika Agung Putra Batara                                     (125010107111009) / Ketua
Annas Adi Nugroho                                                   (125010107111001) / Anggota
Irvano Gibransiyah Harsono                                       (125010107111081) / Anggota
Happy Hardiansyah Putra                                           (125010107111075) / Anggota
Awaludin Rohim Syah Alam                                      (125010107111
Rahendrata Cahya Pradhana                                      (115010107113005) / Anggota
Naturarisang Bagas Sakti                                            (115010107113033) / Anggota
Ahamad Mahendra S.A                                              (115010107113052) / Anggota



KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS HUKUM

MALANG

2015







KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan HidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah hukum islam ini. Tak lupa Shalawat serta Salam yang selalu kami curahkan pada Nabi dan Rasul besar Muhammad SAW yang dengan tunutunannya yang menginspirasi dan selalu mengiringi usaha kami dalam penyelesaian makalah hukum islam ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang terlibat dalam pengerjaan makalah ini. Tak lupa kepada Prof. Dr. Thohir Luth M.A dan Ranitya Ganindha S.H, M.H. selaku Dosen pengampu mata kuliah hukum Islam yang telah memberikan banyak pengarahan mengenai penyusunan makalah ini. Serta pihak-pihak yang terlibat dalam penyelesaian makalah ini.
Tidak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Tetapi, besar harapan kami agar makalah ini dapat diterima dengan baik oleh pembaca. Tak lupa pula penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan makalah ini agar menjadi jauh lebih baik.
Apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb

                                                                                    Malang, 23 November 2015


                                                                                                    Penulis









DAFTAR ISI
         KATA PENGANTAR …………………………………………………………… ii
          DAFTAR ISI………………………………………………………………………iii
1.      PENDAHULUAN ………………………………………………………....... 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………………………...... 1
1.2. Topik Bahasan ……………………………………………………………... 2
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………………………….. 2

2.      PEMBAHASAN ……………………………………………………………. 3
2.1.   Masa pembinaan, pengembangan, dan pembukuan (abad VII-XM) ….. 3
2.2.   Masa kelesuan pemikiran (abad XM-XIXM) …………………………… 7
2.3.   Masa kebangkitan kembali (abad XIXM sampai sekarang) …………… 12

3.      PENUTUP ………………………………………………………………….. 16
KESIMPULAN ………………………………………………………………… 16
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 17


1.      PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Berbicara mengenai sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam, tidak terlepas dari pembahasan mengenai bangsa arab dan Muhammad bin Abdullah baginda Rasulullah Saw karena kedua topic sentral inilah yang merupakan gerbang utama kita memahami asal mula munculnya hukum islam sebagai bagian dari ajaran islam.
Bangsa arab ketika itu merupakan bangsa yang tenggelam dalam masa jahilliyah (Kebodohan) serta kufur dan ahli melakukan kemaksiatan yang keji nahi munkar. Ketika kondisi seperti inilah Allah mengutus seorang manusia mulia yang merupakan rahmatan lil alamin, yakni dengan lahirnya Muhammad bin Abdullah yang kemudian diangkat sebagai nabi dan rasul untuk mengajarkan dan menyampaikan pesan maha suci dari Tuhan yang maha agung kepada seluruh umat manusia.
Dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai rasul maka turun pula wahyu yang dikenal dengan Al-Qur’an yang merupakan kitab suci, segala ilmu dari sumber ilmu dan hukum yang merupakan mukjizat terbesar yang didalamnya terdapat ajaran-ajaran mulia dan dijamin serta dipelihara kebenarannya hingga kiamat kelak untuk dijadikan pedoman dan pegangan bagi seluruh umat muslim.
Al-Qur’an sebagai pedoman ajaran-ajaran islam didalamnya terdapat banyak pengaturan hukum, baik hukum yang mengatur hubungan ilahiyah maupun insaniyah, baik hukum yang bersumber langsung dari al-qur’an maupun yang bersumber dari hadist rasulullah hingga ijtihad dari para mujtahid. Kemudian hukum inilah yang sering dikenal dengan hukum islam baik disebut syariat islam maupun fiqih islam.
Hukum islam yang muncul pada zaman rasulullah hingga yang kita kenal saat ini tidak terlepas sejarah yang mencatat mengenai pertumbuhan dan perkembangan hukum islam yang oleh banyak penulis sejarah hukum islam dibagi beberapa tahap sesuai masa-masa pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam makalah ini penulis memfokuskan pemabahasan mengenai sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam hanya pada masa, yakni : masa pembinaan, pengembangan, dan pembukuan (abad VII-X M), masa kelesuan pemikiran (abad X M - XIX M) dan masa kebangkitan kembali (abad XIX M sampai sekarang). 
1.2  Topik Bahasan

Adapun yang menjadi topic bahasan pada makalah ini adalah
1.      Masa pembinaan, pengembangan, dan pembukuan (abad VII-X M),
2.      Masa kelesuan pemikiran (abad X M-XIX M),
3.      Masa kebangkitan kembali (abad XIX M sampai sekarang). 

1.3  Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.      Bagi penulis
Merupakan salah satu sarana untuk menambah wawasan dengan mempelajari dan memperdalam kajian mengenai sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam sebagai salah satu sumber hukum yang merupakan rujukan bagi seluruh umat manusia baik untuk kajian agamis, akademis, dan ilmiah.

2.      Bagi pembaca
Merupakan salah satu saran berbagi informasi keilmuan yang kemudian penulis mengharapkan para pembaca dapat memperoleh pemahaman dan pengetahuan yang bermanfaat bagi pembaca.




2.   PEMBAHASAN
2.1 Masa Pembinaan, Pengembangan dan Pembukuan (Abad VII-X M)
Dalam masa periode Pembinaan, Pengembangan, dan Pembukuan ini hukum islam dikembangkan lebih lanjut. Periode ini berlangsung lebih kurang dua ratus lima puluh tahun lamanya, yang dimulai pada bagian kedua abad VII sampai dengan abad X Masehi. Dilihat dari kurun waktu ini, pembinaan dan pengembangan hukum islam dilakukan dimasa pemerintahan Khalifah Umayyah (662-750) dimana hukum fiqih Islam sebagai salah satu kebudayaan islam dikembangakan dan  Khalifah Abbasiyah (750-1258) yang merupakan zaman puncak perkembangannya. Di masa inilah lahir para ahli hukum Islam yang menemukan dan merumuskan garis-garis hukum fiqih Islam serta muncul berbagai teori hukum yang masih dianut dan dipergunakan oleh umat Islam sampai sekarang. Dalam masa ini juga melahirkan gerakan ijtihad yaitu gerakan untuk mempergunakan seluruh kemampuan pikiran dalam memahami ketentuan hukum islam yang tercantum di dalam ayat-ayat hukum dalam Alqur’an dan Sunnah Nabi Muhammad dan merumuskannya menjadi garis-garis hukum yang mengatur segala bidang hidup dan kehidupan manusia oleh orang-orang yang memenuhi syarat, dilakukan dimana-mana. Orang yang melakukan usaha yang demikian  itu disebut mujtahid yakni orang yang berijtihad.
Menurut hasil karyanya para mujtahid itu dapat diklasifikasikan menjadi ; 1) mujtahid mutlak yaitu para ulama ( jamak dari alim = orang berilmu) yang pertama kali mengusahakan terbentuknya hukum fiqih islam berdasarkan ijtihad mereka tentang ayat-ayat hukum dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad. Para mujtahid mutlak ini seperti Abu Hanifah, Malik bin Anas, As-Syafi’I, Ahmad bin Hambal. 2) Mujtahid mazhab adalah orang yang meneruskan dasar-dasar ajaran yang telah diberikan oleh mujtahid mutlak. Contohnya adalah Al-Gazali dengan kitabnya al-Basith (ringkasan dari karya Syafi’I dalam buku-bukunya yang dianggap sebagai qaul-jaddid (pendapat baru). 3) Mujtahid Fatwa yaitu orang yang melanjutkan pekerjaan mujtahid mazhab untuk menentukan hukum suatu masalah melalui fatwa atau nasihatnya. Sebagai contoh dapat dikemukakan an-Nawawi dengan bukunya Minhaj at-Talibin (jalan bagi para siswa). 4) Ahli tarjih yaitu orang-orang yang dengan ilmu pengetahuan yang ada padanya dapat membandingkan mana yang lebih “kuat” pendapat-pendapat yang ada, serta memberi penjelasan atau komentar atas pendapat yang berbeda yang dikemukakan oleh para mujtahid tersebut diatas. Ke dalam kelompok ini sekedar contoh dapat disebutkan Ibnu Hajar Haitami dengan kitabnya Tuhfah (Hadiah).
Banyak faktor yang memungkinkan pembinaan dan pengembangan hukum islam pada periode ketiga ini. Diantara faktor-faktor yang mendorong orang menetapkan hukum dan merumuskan garis-garis hukum adalah: (a) Wilayah Islam sudah sangat luas, terbentang dari perbatasan India-Tiongkok di Timur sampai ke Spanyol (eropa) di sebelah Barat. Untuk dapat menyatukan mereka semua di dalam satu pola kehidupan hukum, diperlukan pedoman yang jelas yang mengatur tingkah laku dalam berbagai bidang hidup dan kehidupan. Ini yang mendorong para ahli hukum mengkaji dan mempelajari sumber-sumber hukum islam untuk ditarik garis-garis hukum dari dalamnya, menentukan kaidah atau norma bagi suatu perbutan tertentu guna memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat; (b) Telah ada karya-karya tulis tentang hukum yang dapat dipergunakan sebagai bahan dan landasan untuk membangun  serta mengembangkan hukum fiqih islam; (c) Telah ada tersedia pula para ahli yang mampu berijtihad memecahkan berbagai masalah hukum dalam masyarakat.
Pada saat ini  mujtahid atau imam besar yang masih diikuti pendapat dan karyanya oleh sebagian besar umat muslim di dunia yakni dikenal 4 (empat) imam besar yang terdiri dari : [1]
1)      Abu Hanifah ( Al-Nukman bin Tsabit) 700-767 M
Bukan orang arab, tetapi keturunan parsi yang lahir di kufah irak dan dibesarkan jauh dari madinah. Dibesarkan di masyarakat yang banyak mengenal peradaban dan kebudayaan dengan berbagai persoalan. Selain seorang ulama, juga seorang pedagang yang banyak mempraktekkan hukum ekonomi. Kondisi di Kufa berbeda dengan kondisi di Madinnah dimana kondisi di Madinnah  orang-orang banyak yang mengetahui sunnah Nabi Muhammad SAW bahkan banyak orang yang mencatat dan menyampaikan kepada satu dengan yang lain, sehingga ketika terjadi persoalan setiap orang akan menyelesaikan persoalan tersebut dengan sunnah Nabi Muhammad SAW. Berbeda dengan kondisi di Kufah yang jauh dari Madinnah dan kompleksnya permasalahan di wilayah itu, masyarakat-masyarakat tidak mengetahui sunah Nabi Muhammad sehingga ketika terjadi permasalahan masyarakat kufah memecahkan permasalahan sendiri (kias) atau analogis sebagai alatnya. Penggunaan sumber-sumber hukum yang berbeda di Kufa ini memunculkan perbedaan-perbedaan pendapat yang akhirnya menimbulkan aliran-aliran pemikiran dalam hukum Islam. Disinilah peran Abu Hanifah sebagai Imam Besar atau Mujtahid banyak menggunakan pemikiran atau ra’yu dalam memecahkan masalah hukum sehingga pendapat hanafi ini dikenal sebagai Mazhab Hanafi dengan sebutan ahlur ra’yu. Pendapat atau mazhab hanafi ini dimuat dalam halaman buku oleh Abu Yusuf dan mahzab ini sekarang dianut sebagian besar wilayah-wilayah di Turki, Syiria, Irak, Afghanistan, Pakistan , India, China , Uni Soviet. Di beberapa negeri Islam seperti Syiria, Lebanon dan Mesir mazhab Hanafi menjadi mazhab resmi. Sumber hukum yang mereka gunakan adalah Alqur’an, Sunnah dan Ra’yu, dengan ijma, qiyas, Istihsan, serta Urf masyarakat Kufa.

2)      Malik bin Anas
Hidup di hijaz, daerah hadits dalam suasana badawah (kampung). Keturunan arab yaman dan hidup dalam keluarga ahli hadits. Cenderung menggunakan hadits daripada ratio. Malik bin Anas ini merupakan seorang pengumpul hadist yang menyusunnya dalam kitab hadist yang dikenal dengan nama Kitab Al Muwatta (jejak langkah atau perintis). Sehingga ketika terjadi persoalan masalah ditengah masyarakat hijaz atau arab sering digunakan Kitab Al Muwatta ini untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pendapat atau pandangan Malik bin Anas ini sering dikenal sebagai Mazhab Maliki yang sampai sekarang masih dianut di wilayah Maroko, Aljazair, Libya, Mesir Selatan, Sudan, Bahrain dan Kuwait. Sumber hukumnya dalah Alqur’an, Sunnah Nabi, dan Ijma penduduk Madinnah, Qiyas, dan Marsalih al Mursalah. Sebagai metodenya untuk memnentukan hukum.

3)      Muhammad Idris As-Syafi’i
Memadukan 2 aliran sebelumnya. Keluarga arab quraisy yang miskin di daerah gazza palestina. Mula-mula hidup di mekah dan madinah (cenderung pada aliran maliki), kemudian ke bagdad irak dan belajar pada hanifah (buku khilaf malik). Terkenal dengan qaul jadid (pendapat lama di irak) dan qaul qadim (pendapat baru di mesir) untuk kasus yang sama, karena faktor waktu, tempat dan kondisi. Kitab: al umm. Karena itu ia dapat menyatukan kedua aliran Hanafi dan Maliki dan merumuskan sumber-sumber Hukum Islam baru. As-Syafi’i merupakan ahli hukum islam pertama yang menyusun ilmu Usl al fiqh (usul fiqih) yakni ilmu tentang sumber-sumber hukum fiqh islam dalam bukunya yang terkenal Ar Risalah (pengantar dasar-dasar hukum islam). Dalam buku itu dikemukakan bahwa sumber-sumber hukum fiqh islamadalh Alqur’an, Sunnah, Ijma, dan Qiyas. Pendapat atau pandangan syafi’i ini dikenal dengan sebutan mazhab Syafi’I yang sekarang diikuti di Mesir, Palestina, juga beberapa tempat di Syiria dan Lebanon, irak, dan India, Muangthai, Filipina, Malaysia, dan Indonesia. Smber hukumnya adalah Al Qur’an , Sunnah, Ijma’, Qiyas, dan Istishab.

4)      Ahmad bin Hambal
Sangat keras dan tegas dalam menvonis aliran-aliran dalam islam yang menyalahi al-qur’an dan sunnah. Lebih keras dari imam malik (tradisionalis). Sikap ini lahir karena reaksi atas aliran-aliran syiah, khawarij, mu’takzillah dll (misalnya menganggap alqur’an adalah makhluk). Karya terkenal: al musnad (40.000 hadits). Ia juga belajar hukum dari beberapa ahli, termasuk Syafi’I dan dibeberapa tempat. Selain ahli hukum ia ahli pula tentang hadist Nabi. Pandangan atau pendapat Hambali ini dikenal dengan Mahzab Hambali yang menekankan atau mengutamakan Alqur’an dan As sunnah dan di ikuti negara Arab sampai sekarang. Walaupun terdapat perbedaan antara keempat imam diatas mereka tetap menekankan bahwa sumber-sumber pengambilan hukum mereka dari Alqur’an dan Sunnah. Karena itu mereka menganjurkan agar para ahli yang datang kemudian mengambil darin sumber yang sama yaitu Alqur’an dan hadist.
Kemudian ada usaha dari para ahli pada abad pertengahan ke tiga Hijriah atau akhir abad 9 dan permulaan abad 10 Masehi, tersusunlah kitab-kitab hadist yang terkenal dengan nama Al Kutub As-Sittah (enam buah kitab hadis) masing-masing karya:[2]
1.      Bukhari, meninggal tahun 256 H/870 M
2.      Muslim, meninggal tahun 261 H/875 M
3.      Ibnu Majah, meninggal tahun 273 H/877 M
4.      Abu Daud, meninggal tahun 275 H/889 M
5.      At-Tarmizi, meninggal tahun 279 H/892 M
6.      An-Nasa’i, meninggal tahun 303 H/915 M

2.2 Masa Kelesuan Pemikiran (Abad XM-XIXM)
Pada masa ini ahli hukum tidak lagi menggali hukum fiqih Islam dari sumbernya yang asli tapi hanya sekedar mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada dalam mashabnya masing-masing. Yang menjadi ciri umum pemikiran hukum dalam masa ini adalah para ahli hukum tidak lagi memusatkan usahanya untuk memahami prinsip-prinsip atau ayat-ayat hukum yang terdapat pada Al Qur’an dan sunah, tetapi pikirannya ditumpukan pada pemahaman perkataan-perkataan, pikiran-pikiran hukum para imamnya saja.
Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran atau kelesuan hukum islam dimasa itu adalah ;[3]
1.      Kesatuan wilayah islam yang luas telah retak dengan munculnya beberapa Negara baru.
2.      Ketidakstabilan politik.
3.      Pecahnya kesatuan kenegaraan atau pemerintahan menyebabkan merosotnya kewibawaan pengendalian perkembangan hukum.
4.      Gejala kelesuan berfikir timbul dimana-mana dengan demikian perkembangan hukum Islam pada periode ini menjadi lesu.
Pada masa ini para ahli hukum hanya membatasi diri mempelajari pikiran-pikiran para ahli sebelumnya yang telah dituangkan ke dalam buku berbagai mazhab. Yang dipermasalahkan tidak lagi soal-soal dasar atau soal-soal pokok tetapi soal-soal kecil yang biasa disebut dengan istilah furu’ (ranting).
a.      Pada Masa Taqlid
Sejak itu, mulailah gejala untuk mengikuti saja pendapat para ahli sebelumnya (ittiba’ –taqlid). Periode taqlid ini adalah periode dimana semangat ijtihad mutlak para ulama sudah pudar dan berhenti. Semangat kembali kepada sumber-sumber pokok tasyri’, dalam rangka menggali hukum-hukum dari teks al-Quran dan Sunnah dan semangat mengistimbatkan hukum-hukum terhadap suatu masalah yang belum ada ketetapan hukumnya dari nash dengan menggunakan dalil-dalil syara’, sudah pudar dan berhenti. Mereka hanya mengikuti hukum-hukum yang telah dihasilkan oleh imam-imam mujtahid terdahulu.
Periode taqlid ini mulai sekitar pertengahan abad IV H/X M. Pada masa ini pula terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebangkitan umat Islam dan menghalangi aktivitas mereka dalam pembentukan hukum atau perundang-undangan hingga terjadinya kemandekan. Semangat kebebasan dan kemerdekaan berpikir para ulama sudah mati.[4] Mereka tidak lagi menjadikan al-Quran dan Sunnah sebagai sumber utama, akan tetapi justru mereka sudah merasa puas dengan berpegang kepada fiqh imam-imam mujtahid terdahulu, yakni Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan rekan-rekannya. Mereka mencurahkan segenap kemampuan mereka untuk memahami kata-kata dan ungkapan-unkapan para imam mujtahid mereka. Dan mereka tidak berusaha mencurahkan segenap kemampuannya untuk memahami nash-nash syariat dan prinsip-prinsipnya yang umum.
b.      Sebab-sebab terhentinya gerakan ijtihad :
Ada 4 faktor penting yang menyebabkan terhentinya gerakan ijtihad dan suburnya kebiasaan bertaqlid kepada para imam terdahulu, yaitu:[5]
1.      Terpecah-pecahnya Daulah Islamiyah ke dalam beberapa kerajaan yang antara satu dengan yang lainnya saling bermusuhan, saling memfitnah, memasang berbagai perangkap, tipu daya dan pemaksaan dalam rangka meraih kemenangan dan kekuasaan.
2.      Pada pariode ketiga para imam Mujtahid terpolarisasi dalam beberapa golongan. Masing-masing golongan membentuk menjadi aliran hukum tersendiri dan mempunyai khittah tersendiri pula. Misalnya ada kalanya dalam rangka membela dan memperkuat mazhabnya masing-masing dengan cara mengemukakan argumentasi yang melegitimasi kebenaran mazhabnya masing-masing mengedepankan kekeliruan mazhab lain yang dinilai bertentangan dengan mazhabnya.
3.      Umat Islam mengabaikan sistem kekuasaan perundang-undangan, sementara di sisi lain mereka juga tidak mampu merumuskan peraturan yang bisa menjamin agar seseorang tidak ikut berijtihad kecuali yang memang ahli dibidangnya.
4.      Para ulama dilanda krisis moral yang menghambat mereka sehingga tidak bisa sampai pada level orang-orang yang melakukan ijtihad. Di kalangan mereka terjadi saling menghasut dan egois mementingkan diri sendiri.


c.       Kesungguhan Ulama Dalam Pembentukan Hukum Pada Periode Ini
Para ulama pada tiap-tiap mazhab bisa dibagi menjadi beberapa level atau tingkatan, yaitu:
1.      Tingkatan Pertama (ahli ijtihad dalam mazhab)
Mereka ini tidak berijtihad dalam hukum syariat secara ijtihad mutlak, mereka hanya berijtihad mengenai berbagai kasus yang terjadi dengan dasar-dasar ijtihad yang telah dirumuskan oleh para imam mazhab mereka. Diantara mereka adalah al-Hasan bin Ziyad (204 H/820 M) dari mazhab Hanafi, Ibn al-Qasim (191 H) dan Asyhab (204 H/820 M) dari mazhab Maliki dan al-Buwaithy (231 H) dan al-Muzanniy (264 H) dari mazhab Syafi’i
2.      Tingkatan Kedua (ahli ijtihad mengenai beberapa masalah yang tidak ada riwayat dari imam mazhabnya.)
Mereka ini tidak menyalahi para imam mereka dalam berbagai hukum cabang dan juga tidak menyalahi dasar-dasar ijtihad yang mereka gunakan. Mereka yang termasuk dalam level ini adalah al-Khashaf (261 H), al-Thahawiy (lahir 230 H) dan al-Karkhiy (340 H) dan penganut mazhab Hanafi. Al-Lakhamiy (498 H), Ibnu al-‘Arabiy (542 H) dan Ibnu Rusdy (1198 M) dan penganut mazhab Malikiyah. Abu Hamid al-Ghazaliy (505 H/1111 M) dan Abu Ishaq al-Isfirayiniy (418 H) dari penganut mazhab Syafi’iyah.
3.      Tingkatan Ketiga ( ahli takhrij)
Mereka ini tidak berijtihad dalam mengistimbatkan hukum mengenai berbagai masalah. Akan tetapi, karena keterikatan mereka kepada dasar-dasar dan rujukan mazhab yang dianutnya, maka merka tidak berusaha mengeluarkan illat-illat hukum dan prinsip-psrinsipnya. Yang termasuk dlam level ini ialah al-Jashshash (370 H) dan rekan-rekannya dari penganut mazhab Hanafiyah.


4.      Tingkatan Keempat (ahli tarjih)
Mereka ini mampu membandingkan diantara beberapa riwayat yang bermacam-macam yang bersumber dari pada imam mazhab merekadan sekaligus mampu mentarjih, menetapkan mana yang kuat antara satu riwayat dengan riwayat lainnya. Mereka yang termasuk dalam level ini ialah al-Qaduriy (428 H) dan pengarang kitab al-Hidayah dan rekan-rekannya sesama penganut mazhab Hanafi.
5.      Tingkatan Kelima (ahli taqlid)
Mereka ini mampu membeda-bedakan riwayat-riwayat yang jarang dikenal dan riwayat yang sudah terkenal dan jelas, dan mampu membeda-bedakan antara dalil-dalil yang kuat dan yang lemah. Mereka yang termasuk dalam level ini antara lain adalah para pengarang kitab matan-matan yang terkenal dan ma’tabar dikalangan mazhab Abu Hanafiah, seperti pengarang kitab al-Kanz dan al-Wiqayah.
d.      Faktor-Faktor Penyebab Kelesuan Hukum Islam          
Perkembangan pemikiran seseorang selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Perkembangan pemikiran hukum Islam ini pun dipengaruhi oleh berbagai keadaan atau faktor pula. Di antara faktor-faktor atau keadaan yang menyebabkan “kemunduran” atau kelesuan pemikiran hukum Islam di masa itu adalah hal-hal berikut :
1.      Kesatuan wilayah Islam yang luas, telah retak dengan munculnya beberapa negara baru, baik di Eropa (Spanyol), Afrika Utara, di kawasan Timur Tengah, dan Asia. Munculnya negara-negara baru itu membawa ketidakstabilan politik. Hal ini mempengaruhi pula kegiatan pemikiran dan pemantapan hukum.
2.      Ketidakstabilan politik menyebabkan pula ketidakstabilan kebebasan berpikir. Artinya orang tidak bebas mengutarakan pendapatnya. Dan karena pada zaman sebelumnya telah terbentuk aliran-aliran pemikiran hukum yang disebut dengan mazhab-mazhab (yang empat) itu, para ahli hukum dalam periode ini tinggal memilih  (ittiba’i) atau mengikuti (taqlid) saja pada salah satu di antaranya, memperkuat, memperjelas hal-hal yang terdapat dalam mazhabnya itu dengan berbagai penafsiran dan cara. Sikap yang seperti nini menyebabkan “jiwa atau ruh ijtihad” yang menyala-nyala di zaman-zaman sebelumnya menjadi padam dan para ahli mengikuti saja paham yang telah ada dalam mazhabnya.
3.      Pecahnya kesatuan kenegaraan/pemerintahan itu menyebabkan merosotnya pula kewibaan pengendalian perkembangan hukum. Dan bersamaan dengan itu muncul pula orang-orang yang sebenarnya tidak mempunya kelayakan untuk berijtihad, namun mengeluarkan berbagai garis hukum dalam bentuk ‘fatwa’ yang membingungkan masyarakat. Kesimpangsiuran pendapat yang seringkali bertentangan, menyebabkan pihak yang berkuasa memerintahkan para mufti serta kadi-kadi (para hakim) untuk mengikuti saja pemikiran-pemikiran yang telah ada sebelumnya. Dengan langkah ini dimaksudkan “kesimpangsiuran” pemikiran hukum akan dihentikan, tetapi justru dengan itu “kebekuan” pemikiran hukum terjadi. Bersamaan dengan itu pula dikumandangkan pendapat bahwa “pintu ijtihad atau bab al-ijtihad (baca: babul ijtihad) telah tertutup.”
4.      Timbulnya gejala kelesuan berpikir dimana-mana. Karena kelesuan berpikir itu, para ahli tidak mampu lagi menghadapi perkembangan keadaan dengan mempergunakan akal pikiran yang merdeka dan bertanggung jawan. Dan dengan demikian pula perkembangan hukum Islam pada periode ini menjadi lesu, tidak berdaya lagi menghadapi dan menjawab tantangan-tantangan zamannya.

2.3 Masa kebangkitan kembali (abad XIXM sampai sekarang)
Setelah mengalami kelesuan dalam beberapa abad lamanya, pemikiran Islam telah bangkit kembali, timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid tersebut yang telah membawa kemunduran hukum islam. Pada abad ke XIV telah timbul seorang mujtahid besar yang menghembuskan angin segar dalam perkembangan hukum islam yang bernama Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu Qayyim al Jaujiyyah.[6] kemudian pola pemikiran mereka dilanjutkan pada abad ke XVII oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab yang terkenal dengan gerakan baru di antara gerakan-gerakan para ahli hukum yang menyarankan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah.[7] Gerakan ini oleh Prof. H. Muhammad Daud Ali, SH dalam bukunya. Hukum Islam, disebutkan sebagai gerakan Salaf (Salafiah) yang ingin kembali kepada kemurnian ajaran Islam di zaman salaf (permulaan), generasi awal dahulu.
Hanya saja barangkali pemikiran-pemikiran hukum Islam yang mereka ijtihadkan khususnya Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim, tidak menyebar luas kepada dunia Islam sebagai akibat dari kondisi dan situasi dunia Islam yang berada dalam kebekuan, kemunduran dan bahkan berada dalam cengkeraman orang lain, ditambah lagi dengan sarana dan prasarana penyebaran ide-ide seperti percetakan, media massa dan elektronik serta yang lain sebagainya tidak ada, padahal sesungguhnya ijtihad-ijtihad yang mereka hasilkan sangat berilian, menggelitik dan sangat berpengaruh bagi orangyang mendalaminya secara serius.
Ijtihad-ijtihad besar yang dilakukan oleh kedua dan bahkan ketiga orang tersebut di atas, dilanjutkan kemudian oleh Jamaluddin Al-Afgani (1839-1897) terutama di lapangan politik. Jamaluddin Al-Afganiinilah yang memasyhurkan ayat Al- Qur’an : Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu bangsa kalau bangsa itu sendiri tidak (terlebih dahulu) berusaha mengubah nasibnya sendiri (Q.S. Ar-Ra’du (13) : 11). Ayat ini dipakainya untuk menggerakan kebangkitan ummat Islam yang pada umumnya dijajah oleh bangsa Barat pada waktu itu.[8] Al-Afgani menilai bahwa kemunduran ummat Islam itu pada dasarnya adalah disebabkan penjajahan Barat.
Oleh karena penyebab utama dari kemunduran itu adalah penjajahan Barat terhadap dunia Islam,maka Al-Afgani berpendapat bahwa agar ummat Islam dapat maju kembali, maka penyebab utamanya itu yang dalam hal ini adalah penjajahan Barat harus dilenyapkan terlebih dahulu.[9] Untuk itulah maka Al-Afgani menelorkan ide monumentalnya yang sangat terkenal sampai dengan saat ini,yaitu Pan Islamisme, artinya persatuan seluruh ummat Islam.
Persoalannya sekarang adalah apakah pemikiran Al-Afgani tentang Pan Islamisme ini masih relevan sampai dengan saat ini ataukah tidak. Artinya apakah pemikiran Al-Afgani ini masih cocok untuk diterapkan dalam dunia Islam yang nota bene nasionalisme masing-masing negara sudah menguatdan mengental ditambah tidak seluruhnya negara-negara muslim negaranya berdasarkan Islam. Penulis menilai bahwa ide yang dilontarkan oleh Al-Afgani ini adalah relevan pada masanya, namun demikian masih perlu diterjemahkan ulang (diperbaharui substansinya) pada masa kini. Sebab menurut penulis persatuan dunia Islam sebagaimana layaknya sebuah negara Islam Internasional tidak memungkinkan untuk dilaksanakan lagi, tetapi persatuan ummat Islam dalam arti bersatu untuk memberantas pengaruh negatif dari negara-negara Barat dan adanya kesepakatan bersama untuk saling bantu membantu dalam memberantas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan adalah sesuatu hal yang mutlak dan sangat diperlukan oleh dunia Islam saat ini.
Cita-cita ataupun ide besar Al-Afgani tersebut mempengaruhi pemikiran Muhammad Abduh (1849-1905) yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935). Pikiran-pikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha mempengaruhi pemikiran ummat Islam diseluruh dunia. Di Indonesia, pikiran-pikiran Abduh ini sangat kental diikuti oleh antara lain GerakanSosial dan Pendidikan Muhammadiyah yang didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta tahun1912. Hanya saja pikiran-pikiran Al-Afgani yanag diikuti oleh Gerakan Sosial dan Pendidikan Muhammadiyah itu lebih banyak pada substansi daripada konsep Pan Islamisme, bukan pada pendirian negara islam internasionalnya[10]. Selain itu jejak pertumbuhan dan perkembangan hukum islam di Indonesia dapat kita lihat dari konfrensi islam Asia-Afrika yang diadakan di Bandung tahun 1956 dalam salah satu resolusinya agar menyusun dan menerbitkan ensiklopedi hukum islam yang dapat digunakan sebagai pegangan hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian ditahun 1997 telah terbit ensiklopedi hukum islam yang terdiri dari 6 jilid.
Bahan-bahan hukum yang digunakan untuk menyusun kodifikasi hukum islam tidak hanya diambil dari kalangan Ahlus sunnah wal jamaah saja, tetapi juga dari aliran lain yang terdiri dari semua bahan hukum dan memilih dengan hati-hati pemikiran-pemikiran yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada abad 20 ini. Di Indonesia atas kerjasama dengan Mahkamah Agung dengan Departemen Agama telah di kompilasikan hukum islam mengenai perkawinan, kewarisan, dan perwakafan. Kompilasi ini telah disepakati oleh para ulama dan ahli hukum islam pada bulan februari 1988 dan 1991 diberlakukan bagi umat islam Indonesia yang menyelesaikan sengketa mereka di Peradilan Agama sebagai salah satu unsure kekuasaan kehakiman di tanah air ini sebagai hukum terapan.












3.   PENUTUP
            KESIMPULAN
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam telah melewati sejarah panjang yang oleh para ahli hukum islam di bagi melalui beberapa tahap/masa, yakni pada masa pembinaan, pengembangan, dan pembukuan (abad VII-XM), masa kelesuan pemikiran (abad XM-XIXM) dan masa kebangkitan kembali (abad XIXM sampai sekarang). Dimana setiap tahap/masa tersebut kita dapat mengetahui dan memahami mengenai apa saja momen bersejarah yang mempengaruhi dan menginspirasi pertumbuhan dan perkembangan hukum islam. Kemudian tiap tahap/masa lahirlah suatu penemuan-penemuan besar dari kontribusi masing-masing tokoh ulama besar yang hingga kini baik melalui penelitian, pengkajian dan hasil ijtihad tersebut hukum islam tetap dapat kita pelajari, pahami yang kemudian kita pegang sebagai pedoman hidup seluruh umat muslim terutama umat muslim yang ada di Indonesia. 











DAFTAR PUSTAKA
Literatur :
Al-Qur’an
Hadist
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2012
Sulaiman Abdullah Sumber Hukum Islam, Permasalahan Dan Fleksibilitasnya, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2000
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, UI-Press, Jakarta, 1978
Internet :


[1] Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2012, hlm 183
[2] Ibid., hlm.193
[3] Ibid., hlm.195
[4] Sulaiman Abdullah Sumber Hukum Islam, Permasalahan Dan Fleksibilitasnya, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2000, hlm.80
[5] Ibid., hlm. 95
[6]Muhammad Daud Ali, Op.Cit., hlm.197
[7] Ibid.
[8] Ibid, hlm 179
[9] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, UI-Press, Jakarta, 1978, hlm. 99

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
    BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus