SEJARAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM ISLAM
PADA MASA PEMBINAAN, PENGEMBANGAN, DAN PEMBUKUAN (ABAD VII-XM), MASA KELESUAN
PEMIKIRAN (ABAD XM-XIXM) DAN MASA KEBANGKITAN KEMBALI (ABAD XIXM SAMPAI
SEKARANG).
Pengajar
:
Oleh
: Kelompok 3
Nandika
Agung Putra Batara (125010107111009)
/ Ketua
Annas
Adi Nugroho (125010107111001)
/ Anggota
Irvano
Gibransiyah Harsono (125010107111081)
/ Anggota
Happy
Hardiansyah Putra (125010107111075)
/ Anggota
Awaludin
Rohim Syah Alam (125010107111
Rahendrata
Cahya Pradhana (115010107113005)
/ Anggota
Naturarisang
Bagas Sakti (115010107113033)
/ Anggota
Ahamad
Mahendra S.A (115010107113052)
/ Anggota
KEMENTERIAN
RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS
BRAWIJAYA
FAKULTAS
HUKUM
MALANG
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat
Rahmat dan HidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah hukum islam ini. Tak
lupa Shalawat serta Salam yang selalu kami curahkan pada Nabi dan Rasul besar
Muhammad SAW yang dengan tunutunannya yang menginspirasi dan selalu mengiringi
usaha kami dalam penyelesaian makalah hukum islam ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada rekan-rekan yang terlibat dalam pengerjaan makalah
ini. Tak lupa kepada Prof. Dr. Thohir Luth M.A dan Ranitya Ganindha S.H, M.H.
selaku Dosen pengampu mata kuliah hukum Islam yang telah memberikan banyak
pengarahan mengenai penyusunan makalah ini. Serta pihak-pihak yang terlibat
dalam penyelesaian makalah ini.
Tidak ada gading yang tak retak. Penulis menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Tetapi, besar harapan
kami agar makalah ini dapat diterima dengan baik oleh pembaca. Tak lupa pula penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan
makalah ini agar menjadi jauh lebih baik.
Apabila terdapat kata-kata yang kurang berkenan,
penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb
Malang,
23 November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………iii
1.
PENDAHULUAN
………………………………………………………....... 1
1.1. Latar Belakang …………………………………………………………...... 1
1.2. Topik Bahasan ……………………………………………………………... 2
1.3. Tujuan Penelitian ………………………………………………………….. 2
2.
PEMBAHASAN
……………………………………………………………. 3
2.1.
Masa
pembinaan, pengembangan, dan pembukuan (abad VII-XM) ….. 3
2.2.
Masa
kelesuan pemikiran (abad XM-XIXM) …………………………… 7
2.3.
Masa
kebangkitan kembali (abad XIXM sampai sekarang) …………… 12
3.
PENUTUP
………………………………………………………………….. 16
KESIMPULAN
………………………………………………………………… 16
DAFTAR PUSTAKA
………………………………………………………….. 17
1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berbicara mengenai sejarah
pertumbuhan dan perkembangan hukum islam, tidak terlepas dari pembahasan
mengenai bangsa arab dan Muhammad bin Abdullah baginda Rasulullah Saw karena
kedua topic sentral inilah yang merupakan gerbang utama kita memahami asal mula
munculnya hukum islam sebagai bagian dari ajaran islam.
Bangsa arab ketika itu merupakan
bangsa yang tenggelam dalam masa jahilliyah (Kebodohan) serta kufur dan ahli
melakukan kemaksiatan yang keji nahi munkar. Ketika kondisi seperti inilah Allah
mengutus seorang manusia mulia yang merupakan rahmatan lil alamin, yakni dengan
lahirnya Muhammad bin Abdullah yang kemudian diangkat sebagai nabi dan rasul
untuk mengajarkan dan menyampaikan pesan maha suci dari Tuhan yang maha agung
kepada seluruh umat manusia.
Dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW
sebagai rasul maka turun pula wahyu yang dikenal dengan Al-Qur’an yang
merupakan kitab suci, segala ilmu dari sumber ilmu dan hukum yang merupakan
mukjizat terbesar yang didalamnya terdapat ajaran-ajaran mulia dan dijamin
serta dipelihara kebenarannya hingga kiamat kelak untuk dijadikan pedoman dan
pegangan bagi seluruh umat muslim.
Al-Qur’an sebagai pedoman
ajaran-ajaran islam didalamnya terdapat banyak pengaturan hukum, baik hukum
yang mengatur hubungan ilahiyah maupun insaniyah, baik hukum yang bersumber
langsung dari al-qur’an maupun yang bersumber dari hadist rasulullah hingga
ijtihad dari para mujtahid. Kemudian hukum inilah yang sering dikenal dengan
hukum islam baik disebut syariat islam maupun fiqih islam.
Hukum islam yang muncul pada zaman
rasulullah hingga yang kita kenal saat ini tidak terlepas sejarah yang mencatat
mengenai pertumbuhan dan perkembangan hukum islam yang oleh banyak penulis
sejarah hukum islam dibagi beberapa tahap sesuai masa-masa pertumbuhan dan
perkembangannya. Dalam makalah ini penulis memfokuskan pemabahasan mengenai
sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam hanya pada masa, yakni : masa
pembinaan, pengembangan, dan pembukuan (abad VII-X M), masa kelesuan pemikiran
(abad X M - XIX M) dan masa kebangkitan kembali (abad XIX M sampai
sekarang).
1.2
Topik
Bahasan
Adapun yang
menjadi topic bahasan pada makalah ini adalah
1. Masa
pembinaan, pengembangan, dan pembukuan (abad VII-X M),
2. Masa
kelesuan pemikiran (abad X M-XIX M),
3. Masa
kebangkitan kembali (abad XIX M sampai sekarang).
1.3
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan
penulisan makalah ini adalah :
1. Bagi
penulis
Merupakan salah
satu sarana untuk menambah wawasan dengan mempelajari dan memperdalam kajian mengenai
sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum islam sebagai salah satu sumber
hukum yang merupakan rujukan bagi seluruh umat manusia baik untuk kajian
agamis, akademis, dan ilmiah.
2. Bagi
pembaca
Merupakan salah
satu saran berbagi informasi keilmuan yang kemudian penulis mengharapkan para
pembaca dapat memperoleh pemahaman dan pengetahuan yang bermanfaat bagi
pembaca.
2. PEMBAHASAN
2.1 Masa Pembinaan, Pengembangan dan Pembukuan (Abad VII-X M)
Dalam
masa periode Pembinaan, Pengembangan, dan Pembukuan ini hukum islam
dikembangkan lebih lanjut. Periode ini berlangsung lebih kurang dua ratus lima
puluh tahun lamanya, yang dimulai pada bagian kedua abad VII sampai dengan abad
X Masehi. Dilihat dari kurun waktu ini, pembinaan dan pengembangan hukum islam
dilakukan dimasa pemerintahan Khalifah Umayyah (662-750) dimana hukum fiqih
Islam sebagai salah satu kebudayaan islam dikembangakan dan Khalifah Abbasiyah (750-1258) yang merupakan
zaman puncak perkembangannya. Di masa inilah lahir para ahli hukum Islam yang
menemukan dan merumuskan garis-garis hukum fiqih Islam serta muncul berbagai
teori hukum yang masih dianut dan dipergunakan oleh umat Islam sampai sekarang.
Dalam masa ini juga melahirkan gerakan ijtihad yaitu gerakan untuk
mempergunakan seluruh kemampuan pikiran dalam memahami ketentuan hukum islam
yang tercantum di dalam ayat-ayat hukum dalam Alqur’an dan Sunnah Nabi Muhammad
dan merumuskannya menjadi garis-garis hukum yang mengatur segala bidang hidup
dan kehidupan manusia oleh orang-orang yang memenuhi syarat, dilakukan
dimana-mana. Orang yang melakukan usaha yang demikian itu disebut mujtahid yakni orang yang berijtihad.
Menurut
hasil karyanya para mujtahid itu dapat diklasifikasikan menjadi ; 1) mujtahid mutlak yaitu para ulama ( jamak
dari alim = orang berilmu) yang pertama kali mengusahakan terbentuknya hukum
fiqih islam berdasarkan ijtihad mereka tentang ayat-ayat hukum dalam Alquran
dan Sunnah Nabi Muhammad. Para mujtahid mutlak ini seperti Abu Hanifah, Malik
bin Anas, As-Syafi’I, Ahmad bin Hambal. 2) Mujtahid
mazhab adalah orang yang meneruskan dasar-dasar ajaran yang telah diberikan
oleh mujtahid mutlak. Contohnya adalah Al-Gazali dengan kitabnya al-Basith
(ringkasan dari karya Syafi’I dalam buku-bukunya yang dianggap sebagai qaul-jaddid (pendapat baru). 3) Mujtahid Fatwa yaitu orang yang
melanjutkan pekerjaan mujtahid mazhab untuk menentukan hukum suatu masalah
melalui fatwa atau nasihatnya. Sebagai contoh dapat dikemukakan an-Nawawi dengan bukunya Minhaj at-Talibin (jalan bagi para
siswa). 4) Ahli tarjih yaitu
orang-orang yang dengan ilmu pengetahuan yang ada padanya dapat membandingkan
mana yang lebih “kuat” pendapat-pendapat yang ada, serta memberi penjelasan
atau komentar atas pendapat yang berbeda yang dikemukakan oleh para mujtahid
tersebut diatas. Ke dalam kelompok ini sekedar contoh dapat disebutkan Ibnu
Hajar Haitami dengan kitabnya Tuhfah
(Hadiah).
Banyak
faktor yang memungkinkan pembinaan dan pengembangan hukum islam pada periode
ketiga ini. Diantara faktor-faktor yang mendorong orang menetapkan hukum dan
merumuskan garis-garis hukum adalah: (a) Wilayah Islam sudah sangat luas,
terbentang dari perbatasan India-Tiongkok di Timur sampai ke Spanyol (eropa) di
sebelah Barat. Untuk dapat menyatukan mereka semua di dalam satu pola kehidupan
hukum, diperlukan pedoman yang jelas yang mengatur tingkah laku dalam berbagai
bidang hidup dan kehidupan. Ini yang mendorong para ahli hukum mengkaji dan
mempelajari sumber-sumber hukum islam untuk ditarik garis-garis hukum dari
dalamnya, menentukan kaidah atau norma bagi suatu perbutan tertentu guna
memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam masyarakat; (b) Telah ada
karya-karya tulis tentang hukum yang dapat dipergunakan sebagai bahan dan
landasan untuk membangun serta
mengembangkan hukum fiqih islam; (c) Telah ada tersedia pula para ahli yang
mampu berijtihad memecahkan berbagai masalah hukum dalam masyarakat.
Pada
saat ini mujtahid atau imam besar yang
masih diikuti pendapat dan karyanya oleh sebagian besar umat muslim di dunia
yakni dikenal 4 (empat) imam besar yang terdiri dari : [1]
1) Abu Hanifah ( Al-Nukman bin Tsabit)
700-767 M
Bukan orang arab, tetapi keturunan parsi yang
lahir di kufah irak dan dibesarkan jauh dari madinah. Dibesarkan di masyarakat
yang banyak mengenal peradaban dan kebudayaan dengan berbagai persoalan. Selain
seorang ulama, juga seorang pedagang yang banyak mempraktekkan hukum ekonomi.
Kondisi di Kufa berbeda dengan kondisi di Madinnah dimana kondisi di
Madinnah orang-orang banyak yang
mengetahui sunnah Nabi Muhammad SAW bahkan banyak orang yang mencatat dan
menyampaikan kepada satu dengan yang lain, sehingga ketika terjadi persoalan
setiap orang akan menyelesaikan persoalan tersebut dengan sunnah Nabi Muhammad
SAW. Berbeda dengan kondisi di Kufah yang jauh dari Madinnah dan kompleksnya
permasalahan di wilayah itu, masyarakat-masyarakat tidak mengetahui sunah Nabi
Muhammad sehingga ketika terjadi permasalahan masyarakat kufah memecahkan
permasalahan sendiri (kias) atau analogis sebagai alatnya. Penggunaan
sumber-sumber hukum yang berbeda di Kufa ini memunculkan perbedaan-perbedaan
pendapat yang akhirnya menimbulkan aliran-aliran pemikiran dalam hukum Islam.
Disinilah peran Abu Hanifah sebagai Imam Besar atau Mujtahid banyak menggunakan
pemikiran atau ra’yu dalam memecahkan masalah hukum sehingga pendapat hanafi
ini dikenal sebagai Mazhab Hanafi dengan sebutan ahlur ra’yu. Pendapat atau mazhab
hanafi ini dimuat dalam halaman buku oleh Abu Yusuf dan mahzab ini sekarang
dianut sebagian besar wilayah-wilayah di Turki, Syiria, Irak, Afghanistan,
Pakistan , India, China , Uni Soviet. Di beberapa negeri Islam seperti Syiria,
Lebanon dan Mesir mazhab Hanafi menjadi mazhab resmi. Sumber hukum yang mereka
gunakan adalah Alqur’an, Sunnah dan Ra’yu, dengan ijma, qiyas, Istihsan, serta
Urf masyarakat Kufa.
2) Malik bin Anas
Hidup di hijaz, daerah hadits dalam suasana
badawah (kampung). Keturunan arab yaman dan hidup dalam keluarga ahli hadits.
Cenderung menggunakan hadits daripada ratio. Malik bin Anas ini merupakan
seorang pengumpul hadist yang menyusunnya dalam kitab hadist yang dikenal
dengan nama Kitab Al Muwatta (jejak langkah atau perintis). Sehingga ketika
terjadi persoalan masalah ditengah masyarakat hijaz atau arab sering digunakan
Kitab Al Muwatta ini untuk menyelesaikan masalah tersebut. Pendapat atau
pandangan Malik bin Anas ini sering dikenal sebagai Mazhab Maliki yang sampai
sekarang masih dianut di wilayah Maroko, Aljazair, Libya, Mesir Selatan, Sudan,
Bahrain dan Kuwait. Sumber hukumnya dalah Alqur’an, Sunnah Nabi, dan Ijma
penduduk Madinnah, Qiyas, dan Marsalih al Mursalah. Sebagai metodenya untuk
memnentukan hukum.
3) Muhammad Idris As-Syafi’i
Memadukan 2 aliran sebelumnya. Keluarga arab
quraisy yang miskin di daerah gazza palestina. Mula-mula hidup di mekah dan
madinah (cenderung pada aliran maliki), kemudian ke bagdad irak dan belajar
pada hanifah (buku khilaf malik). Terkenal dengan qaul jadid (pendapat lama di
irak) dan qaul qadim (pendapat baru di mesir) untuk kasus yang sama, karena
faktor waktu, tempat dan kondisi. Kitab: al umm. Karena itu ia dapat menyatukan
kedua aliran Hanafi dan Maliki dan merumuskan sumber-sumber Hukum Islam baru.
As-Syafi’i merupakan ahli hukum islam pertama yang menyusun ilmu Usl al fiqh
(usul fiqih) yakni ilmu tentang sumber-sumber hukum fiqh islam dalam bukunya
yang terkenal Ar Risalah (pengantar dasar-dasar hukum islam). Dalam buku itu
dikemukakan bahwa sumber-sumber hukum fiqh islamadalh Alqur’an, Sunnah, Ijma,
dan Qiyas. Pendapat atau pandangan syafi’i ini dikenal dengan sebutan mazhab
Syafi’I yang sekarang diikuti di Mesir, Palestina, juga beberapa tempat di
Syiria dan Lebanon, irak, dan India, Muangthai, Filipina, Malaysia, dan
Indonesia. Smber hukumnya adalah Al Qur’an , Sunnah, Ijma’, Qiyas, dan
Istishab.
4) Ahmad bin Hambal
Sangat keras dan tegas dalam menvonis
aliran-aliran dalam islam yang menyalahi al-qur’an dan sunnah. Lebih keras dari
imam malik (tradisionalis). Sikap ini lahir karena reaksi atas aliran-aliran
syiah, khawarij, mu’takzillah dll (misalnya menganggap alqur’an adalah
makhluk). Karya terkenal: al musnad (40.000 hadits). Ia juga belajar hukum dari
beberapa ahli, termasuk Syafi’I dan dibeberapa tempat. Selain ahli hukum ia
ahli pula tentang hadist Nabi. Pandangan atau pendapat Hambali ini dikenal
dengan Mahzab Hambali yang menekankan atau mengutamakan Alqur’an dan As sunnah
dan di ikuti negara Arab sampai sekarang. Walaupun terdapat perbedaan antara
keempat imam diatas mereka tetap menekankan bahwa sumber-sumber pengambilan
hukum mereka dari Alqur’an dan Sunnah. Karena itu mereka menganjurkan agar para
ahli yang datang kemudian mengambil darin sumber yang sama yaitu Alqur’an dan
hadist.
Kemudian
ada usaha dari para ahli pada abad pertengahan ke tiga Hijriah atau akhir abad
9 dan permulaan abad 10 Masehi, tersusunlah kitab-kitab hadist yang terkenal
dengan nama Al Kutub As-Sittah (enam buah kitab hadis) masing-masing karya:[2]
1. Bukhari, meninggal tahun 256 H/870 M
2. Muslim, meninggal tahun 261 H/875 M
3. Ibnu Majah, meninggal tahun 273 H/877 M
4. Abu Daud, meninggal tahun 275 H/889 M
5. At-Tarmizi, meninggal tahun 279 H/892 M
6. An-Nasa’i, meninggal tahun 303 H/915 M
2.2 Masa
Kelesuan Pemikiran (Abad XM-XIXM)
Pada
masa ini ahli hukum tidak lagi menggali hukum fiqih Islam dari sumbernya yang
asli tapi hanya sekedar mengikuti pendapat-pendapat yang telah ada dalam
mashabnya masing-masing. Yang menjadi ciri umum pemikiran hukum dalam masa ini
adalah para ahli hukum tidak lagi memusatkan usahanya untuk memahami
prinsip-prinsip atau ayat-ayat hukum yang terdapat pada Al Qur’an dan sunah,
tetapi pikirannya ditumpukan pada pemahaman perkataan-perkataan,
pikiran-pikiran hukum para imamnya saja.
Faktor-faktor
yang menyebabkan kemunduran atau kelesuan hukum islam dimasa itu adalah ;[3]
1. Kesatuan wilayah islam yang luas telah retak
dengan munculnya beberapa Negara baru.
2. Ketidakstabilan politik.
3. Pecahnya kesatuan kenegaraan atau pemerintahan
menyebabkan merosotnya kewibawaan pengendalian perkembangan hukum.
4. Gejala kelesuan berfikir timbul dimana-mana
dengan demikian perkembangan hukum Islam pada periode ini menjadi lesu.
Pada
masa ini para ahli hukum hanya membatasi diri mempelajari pikiran-pikiran para ahli
sebelumnya yang telah dituangkan ke dalam buku berbagai mazhab. Yang
dipermasalahkan tidak lagi soal-soal dasar atau soal-soal pokok tetapi
soal-soal kecil yang biasa disebut dengan istilah furu’ (ranting).
a.
Pada
Masa Taqlid
Sejak
itu, mulailah gejala untuk mengikuti saja pendapat para ahli sebelumnya
(ittiba’ –taqlid). Periode taqlid ini adalah periode dimana semangat ijtihad
mutlak para ulama sudah pudar dan berhenti. Semangat kembali kepada
sumber-sumber pokok tasyri’, dalam rangka menggali hukum-hukum dari teks
al-Quran dan Sunnah dan semangat mengistimbatkan hukum-hukum terhadap suatu
masalah yang belum ada ketetapan hukumnya dari nash dengan menggunakan
dalil-dalil syara’, sudah pudar dan berhenti. Mereka hanya mengikuti
hukum-hukum yang telah dihasilkan oleh imam-imam mujtahid terdahulu.
Periode
taqlid ini mulai sekitar pertengahan abad IV H/X M. Pada masa ini pula terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kebangkitan umat Islam dan menghalangi
aktivitas mereka dalam pembentukan hukum atau perundang-undangan hingga
terjadinya kemandekan. Semangat kebebasan dan kemerdekaan berpikir para ulama
sudah mati.[4]
Mereka tidak lagi menjadikan al-Quran dan Sunnah sebagai sumber utama, akan
tetapi justru mereka sudah merasa puas dengan berpegang kepada fiqh imam-imam
mujtahid terdahulu, yakni Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan
rekan-rekannya. Mereka mencurahkan segenap kemampuan mereka untuk memahami
kata-kata dan ungkapan-unkapan para imam mujtahid mereka. Dan mereka tidak
berusaha mencurahkan segenap kemampuannya untuk memahami nash-nash syariat dan
prinsip-prinsipnya yang umum.
b.
Sebab-sebab terhentinya gerakan ijtihad :
Ada
4 faktor penting yang menyebabkan terhentinya gerakan ijtihad dan suburnya
kebiasaan bertaqlid kepada para imam terdahulu, yaitu:[5]
1. Terpecah-pecahnya Daulah Islamiyah ke dalam
beberapa kerajaan yang antara satu dengan yang lainnya saling bermusuhan,
saling memfitnah, memasang berbagai perangkap, tipu daya dan pemaksaan dalam
rangka meraih kemenangan dan kekuasaan.
2. Pada pariode ketiga para imam Mujtahid
terpolarisasi dalam beberapa golongan. Masing-masing golongan membentuk menjadi
aliran hukum tersendiri dan mempunyai khittah tersendiri pula. Misalnya ada
kalanya dalam rangka membela dan memperkuat mazhabnya masing-masing dengan cara
mengemukakan argumentasi yang melegitimasi kebenaran mazhabnya masing-masing
mengedepankan kekeliruan mazhab lain yang dinilai bertentangan dengan
mazhabnya.
3. Umat Islam mengabaikan sistem kekuasaan
perundang-undangan, sementara di sisi lain mereka juga tidak mampu merumuskan
peraturan yang bisa menjamin agar seseorang tidak ikut berijtihad kecuali yang
memang ahli dibidangnya.
4. Para ulama dilanda krisis moral yang
menghambat mereka sehingga tidak bisa sampai pada level orang-orang yang
melakukan ijtihad. Di kalangan mereka terjadi saling menghasut dan egois
mementingkan diri sendiri.
c.
Kesungguhan
Ulama Dalam Pembentukan Hukum Pada Periode Ini
Para
ulama pada tiap-tiap mazhab bisa dibagi menjadi beberapa level atau tingkatan,
yaitu:
1. Tingkatan Pertama
(ahli ijtihad dalam
mazhab)
Mereka
ini tidak berijtihad dalam hukum syariat secara ijtihad mutlak, mereka hanya
berijtihad mengenai berbagai kasus yang terjadi dengan dasar-dasar ijtihad yang
telah dirumuskan oleh para imam mazhab mereka. Diantara mereka adalah al-Hasan
bin Ziyad (204 H/820 M) dari mazhab Hanafi, Ibn al-Qasim (191 H) dan Asyhab
(204 H/820 M) dari mazhab Maliki dan al-Buwaithy (231 H) dan al-Muzanniy (264
H) dari mazhab Syafi’i
2. Tingkatan Kedua (ahli ijtihad mengenai
beberapa masalah yang tidak ada riwayat dari imam mazhabnya.)
Mereka
ini tidak menyalahi para imam mereka dalam berbagai hukum cabang dan juga tidak
menyalahi dasar-dasar ijtihad yang mereka gunakan. Mereka yang termasuk dalam
level ini adalah al-Khashaf (261 H), al-Thahawiy (lahir 230 H) dan al-Karkhiy
(340 H) dan penganut mazhab Hanafi. Al-Lakhamiy (498 H), Ibnu al-‘Arabiy (542
H) dan Ibnu Rusdy (1198 M) dan penganut mazhab Malikiyah. Abu Hamid al-Ghazaliy
(505 H/1111 M) dan Abu Ishaq al-Isfirayiniy (418 H) dari penganut mazhab Syafi’iyah.
3. Tingkatan Ketiga ( ahli takhrij)
Mereka
ini tidak berijtihad dalam mengistimbatkan hukum mengenai berbagai masalah.
Akan tetapi, karena keterikatan mereka kepada dasar-dasar dan rujukan mazhab
yang dianutnya, maka merka tidak berusaha mengeluarkan illat-illat hukum dan
prinsip-psrinsipnya. Yang termasuk dlam level ini ialah al-Jashshash (370 H)
dan rekan-rekannya dari penganut mazhab Hanafiyah.
4. Tingkatan Keempat (ahli tarjih)
Mereka
ini mampu membandingkan diantara beberapa riwayat yang bermacam-macam yang
bersumber dari pada imam mazhab merekadan sekaligus mampu mentarjih, menetapkan
mana yang kuat antara satu riwayat dengan riwayat lainnya. Mereka yang termasuk
dalam level ini ialah al-Qaduriy (428 H) dan pengarang kitab al-Hidayah dan
rekan-rekannya sesama penganut mazhab Hanafi.
5. Tingkatan Kelima (ahli taqlid)
Mereka
ini mampu membeda-bedakan riwayat-riwayat yang jarang dikenal dan riwayat yang
sudah terkenal dan jelas, dan mampu membeda-bedakan antara dalil-dalil yang
kuat dan yang lemah. Mereka yang termasuk dalam level ini antara lain adalah
para pengarang kitab matan-matan yang terkenal dan ma’tabar dikalangan mazhab
Abu Hanafiah, seperti pengarang kitab al-Kanz dan al-Wiqayah.
d.
Faktor-Faktor
Penyebab Kelesuan Hukum Islam
Perkembangan
pemikiran seseorang selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Perkembangan
pemikiran hukum Islam ini pun dipengaruhi oleh berbagai keadaan atau faktor
pula. Di antara faktor-faktor atau keadaan yang menyebabkan “kemunduran” atau
kelesuan pemikiran hukum Islam di masa itu adalah hal-hal berikut
:
1. Kesatuan wilayah Islam yang luas, telah retak
dengan munculnya beberapa negara baru, baik di Eropa (Spanyol), Afrika Utara,
di kawasan Timur Tengah, dan Asia. Munculnya negara-negara baru itu membawa
ketidakstabilan politik. Hal ini mempengaruhi pula kegiatan pemikiran dan
pemantapan hukum.
2. Ketidakstabilan politik menyebabkan pula
ketidakstabilan kebebasan berpikir. Artinya orang tidak bebas mengutarakan
pendapatnya. Dan karena pada zaman sebelumnya telah terbentuk aliran-aliran
pemikiran hukum yang disebut dengan mazhab-mazhab (yang empat) itu, para ahli
hukum dalam periode ini tinggal memilih
(ittiba’i) atau mengikuti (taqlid) saja pada salah satu di antaranya,
memperkuat, memperjelas hal-hal yang terdapat dalam mazhabnya itu dengan
berbagai penafsiran dan cara. Sikap yang seperti nini menyebabkan “jiwa atau
ruh ijtihad” yang menyala-nyala di zaman-zaman sebelumnya menjadi padam dan
para ahli mengikuti saja paham yang telah ada dalam mazhabnya.
3. Pecahnya kesatuan kenegaraan/pemerintahan itu
menyebabkan merosotnya pula kewibaan pengendalian perkembangan hukum. Dan
bersamaan dengan itu muncul pula orang-orang yang sebenarnya tidak mempunya
kelayakan untuk berijtihad, namun mengeluarkan berbagai garis hukum dalam bentuk
‘fatwa’ yang membingungkan masyarakat. Kesimpangsiuran pendapat yang seringkali
bertentangan, menyebabkan pihak yang berkuasa memerintahkan para mufti serta
kadi-kadi (para hakim) untuk mengikuti saja pemikiran-pemikiran yang telah ada
sebelumnya. Dengan langkah ini dimaksudkan “kesimpangsiuran” pemikiran hukum
akan dihentikan, tetapi justru dengan itu “kebekuan” pemikiran hukum terjadi.
Bersamaan dengan itu pula dikumandangkan pendapat bahwa “pintu ijtihad atau bab
al-ijtihad (baca: babul ijtihad) telah tertutup.”
4. Timbulnya gejala kelesuan berpikir
dimana-mana. Karena kelesuan berpikir itu, para ahli tidak mampu lagi
menghadapi perkembangan keadaan dengan mempergunakan akal pikiran yang merdeka
dan bertanggung jawan. Dan dengan demikian pula perkembangan hukum Islam pada
periode ini menjadi lesu, tidak berdaya lagi menghadapi dan menjawab
tantangan-tantangan zamannya.
2.3
Masa kebangkitan kembali (abad XIXM sampai sekarang)
Setelah
mengalami kelesuan dalam beberapa abad lamanya, pemikiran Islam telah
bangkit kembali, timbul sebagai reaksi terhadap sikap taqlid tersebut yang
telah membawa kemunduran hukum islam. Pada abad ke XIV telah timbul seorang
mujtahid besar yang menghembuskan angin segar dalam perkembangan hukum islam
yang bernama Ibnu Taimiyyah dan muridnya Ibnu Qayyim al Jaujiyyah.[6]
kemudian pola pemikiran mereka dilanjutkan pada abad ke XVII oleh Muhammad
Ibnu Abdul Wahab yang terkenal dengan gerakan baru di antara gerakan-gerakan
para ahli hukum yang menyarankan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah.[7]
Gerakan ini oleh Prof. H. Muhammad Daud Ali, SH dalam bukunya. Hukum Islam,
disebutkan sebagai gerakan Salaf (Salafiah) yang ingin kembali kepada kemurnian
ajaran Islam di zaman salaf (permulaan), generasi awal dahulu.
Hanya
saja barangkali pemikiran-pemikiran hukum Islam yang mereka ijtihadkan
khususnya Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim, tidak menyebar luas kepada dunia Islam
sebagai akibat dari kondisi dan situasi dunia Islam yang berada dalam
kebekuan, kemunduran dan bahkan berada dalam cengkeraman orang lain, ditambah
lagi dengan sarana dan prasarana penyebaran ide-ide seperti percetakan,
media massa dan elektronik serta yang lain sebagainya tidak ada, padahal
sesungguhnya ijtihad-ijtihad yang mereka hasilkan sangat berilian, menggelitik
dan sangat berpengaruh bagi orangyang mendalaminya secara serius.
Ijtihad-ijtihad
besar yang dilakukan oleh kedua dan bahkan ketiga orang tersebut di atas,
dilanjutkan kemudian oleh Jamaluddin Al-Afgani (1839-1897) terutama di lapangan
politik. Jamaluddin Al-Afganiinilah yang memasyhurkan ayat Al- Qur’an :
Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu bangsa kalau bangsa itu
sendiri tidak (terlebih dahulu) berusaha mengubah nasibnya sendiri (Q.S. Ar-Ra’du
(13) : 11). Ayat ini dipakainya untuk menggerakan kebangkitan ummat Islam
yang pada umumnya dijajah oleh bangsa Barat pada waktu itu.[8]
Al-Afgani menilai bahwa kemunduran ummat Islam itu pada dasarnya adalah
disebabkan penjajahan Barat.
Oleh
karena penyebab utama dari kemunduran itu adalah penjajahan Barat terhadap
dunia Islam,maka Al-Afgani berpendapat bahwa agar ummat Islam dapat maju
kembali, maka penyebab utamanya itu yang dalam hal ini adalah penjajahan Barat
harus dilenyapkan terlebih dahulu.[9]
Untuk itulah maka Al-Afgani menelorkan ide monumentalnya yang sangat
terkenal sampai dengan saat ini,yaitu Pan Islamisme, artinya persatuan seluruh
ummat Islam.
Persoalannya
sekarang adalah apakah pemikiran Al-Afgani tentang Pan Islamisme ini
masih relevan sampai dengan saat ini ataukah tidak. Artinya apakah
pemikiran Al-Afgani ini masih cocok untuk diterapkan dalam dunia Islam
yang nota bene nasionalisme masing-masing negara sudah menguatdan
mengental ditambah tidak seluruhnya negara-negara muslim negaranya berdasarkan
Islam. Penulis menilai bahwa ide yang dilontarkan oleh Al-Afgani ini adalah
relevan pada masanya, namun demikian masih perlu diterjemahkan ulang
(diperbaharui substansinya) pada masa kini. Sebab menurut penulis persatuan
dunia Islam sebagaimana layaknya sebuah negara Islam Internasional tidak
memungkinkan untuk dilaksanakan lagi, tetapi persatuan ummat Islam dalam
arti bersatu untuk memberantas pengaruh negatif dari negara-negara Barat dan
adanya kesepakatan bersama untuk saling bantu membantu dalam memberantas
kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan adalah sesuatu hal yang mutlak dan
sangat diperlukan oleh dunia Islam saat ini.
Cita-cita
ataupun ide besar Al-Afgani tersebut mempengaruhi pemikiran Muhammad Abduh
(1849-1905) yang kemudian dilanjutkan oleh muridnya Muhammad Rasyid Ridha
(1865-1935). Pikiran-pikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha
mempengaruhi pemikiran ummat Islam diseluruh dunia. Di Indonesia,
pikiran-pikiran Abduh ini sangat kental diikuti oleh antara lain GerakanSosial
dan Pendidikan Muhammadiyah yang didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan di
Yogyakarta tahun1912. Hanya saja pikiran-pikiran Al-Afgani yanag diikuti oleh
Gerakan Sosial dan Pendidikan Muhammadiyah itu lebih banyak pada substansi
daripada konsep Pan Islamisme, bukan pada pendirian negara islam
internasionalnya[10].
Selain itu jejak pertumbuhan dan perkembangan hukum islam di Indonesia dapat
kita lihat dari konfrensi islam Asia-Afrika yang diadakan di Bandung tahun 1956
dalam salah satu resolusinya agar menyusun dan menerbitkan ensiklopedi hukum
islam yang dapat digunakan sebagai pegangan hidup dalam kehidupan sehari-hari.
Kemudian ditahun 1997 telah terbit ensiklopedi hukum islam yang terdiri dari 6
jilid.
Bahan-bahan
hukum yang digunakan untuk menyusun kodifikasi hukum islam tidak hanya diambil
dari kalangan Ahlus sunnah wal jamaah saja, tetapi juga dari aliran lain yang
terdiri dari semua bahan hukum dan memilih dengan hati-hati pemikiran-pemikiran
yang sesuai dengan situasi dan kondisi pada abad 20 ini. Di Indonesia atas
kerjasama dengan Mahkamah Agung dengan Departemen Agama telah di kompilasikan
hukum islam mengenai perkawinan, kewarisan, dan perwakafan. Kompilasi ini telah
disepakati oleh para ulama dan ahli hukum islam pada bulan februari 1988 dan
1991 diberlakukan bagi umat islam Indonesia yang menyelesaikan sengketa mereka
di Peradilan Agama sebagai salah satu unsure kekuasaan kehakiman di tanah air
ini sebagai hukum terapan.
3.
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sejarah pertumbuhan dan
perkembangan hukum islam telah melewati sejarah panjang yang oleh para ahli
hukum islam di bagi melalui beberapa tahap/masa, yakni pada masa
pembinaan, pengembangan, dan pembukuan (abad VII-XM), masa kelesuan pemikiran
(abad XM-XIXM) dan masa kebangkitan kembali (abad XIXM sampai sekarang). Dimana
setiap tahap/masa tersebut kita dapat mengetahui dan memahami mengenai apa saja
momen bersejarah yang mempengaruhi dan menginspirasi pertumbuhan dan
perkembangan hukum islam. Kemudian tiap tahap/masa lahirlah suatu
penemuan-penemuan besar dari kontribusi masing-masing tokoh ulama besar yang
hingga kini baik melalui penelitian, pengkajian dan hasil ijtihad tersebut
hukum islam tetap dapat kita pelajari, pahami yang kemudian kita pegang sebagai
pedoman hidup seluruh umat muslim terutama umat muslim yang ada di
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur :
Al-Qur’an
Hadist
Muhammad
Daud Ali, Hukum Islam, Rajawali Pers, Jakarta, 2012
Sulaiman
Abdullah Sumber Hukum Islam, Permasalahan Dan Fleksibilitasnya, PT. Raja
Grafindo, Jakarta, 2000
Harun
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, UI-Press,
Jakarta, 1978
Internet :
[2] Ibid., hlm.193
[3] Ibid., hlm.195
[4] Sulaiman Abdullah Sumber Hukum Islam, Permasalahan Dan
Fleksibilitasnya, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2000, hlm.80
[5] Ibid., hlm. 95
[6]Muhammad Daud Ali, Op.Cit., hlm.197
[7] Ibid.
[8] Ibid, hlm 179
[10]http://www.academia.edu/8305998/SEJARAH_PERKEMBANGAN_DAN_PERTUMBUHAN_HUKUM_ISLAM_1
diakses pada Tanggal 23 November 2015
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS,
BalasHapusBERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp dinas bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Haswandi ,SH.,SE.,M.Hum semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....