Perkembangan
Politik Hukum yang Berkaitan dengan Hukum Adat
Hukum adat menjadi masalah politik hukum pada
saat pemerintah Hindia Belanda akan memberlakukan hukum eropa atau hukum yang
berlaku di Belanda menjadi hukum positif di Hindia Belanda (Indonesia) melalui
asas konkordansi. Mengenai hukum adat timbullah masalah bagi pemerintah
colonial, sampai dimana hukum ini dapat digunakan bagi tujuan-tujuan Belanda
serta kepentingan-kepentingan ekonominya, dan sampai dimana hukum adat itu dapat
dimasukkan dalam rangka politik Belanda. Kepentingan atau kehendak bangsa
Indonesia tidak masuk perhitungan pemerintah colonial. Apabila diikuti secara kronologis
usaha-usaha baik pemerintah Belanda di negerinya sendiri maupun pemerintah
colonial yang ada di Indonesia ini, maka secara ringkasnya undang-undang yang
bertujuan menetapkan nasib ataupun kedudukan hukum adat seterusnya didalam
system perundang-undangan di Indonesia.
Ø
Terbagi dalam beberapa masa yaitu :
A. Masa
VOC
-
Politik hukum kurang mendapat perhatian
-
Orang Indonesia asli di biarkan hidup
dengan hukum masing-masing / hukum adatnya
-
Ada beberapa penafsiran terhadap isi
hukum adat : Hukum islam dan Hukum Raja-raja
-
Belum menemukan pengertian hukum adat
itu sebagai hukum rakyat.
B.Tahun
1848
-
Sebagai suatu kodifikasi terhadap
KUHperdata, KUHD timbul masalah mengenal hukum adat.
Ø Usaha
yang dilakukan Pemerintah Belanda :
1. Tahun
1848
-
Sebagai usaha untuk mengganti hukum adat
dengan suatu kodifikasi berdasarkan hukum eropa.
-
Pendapat Wichers : Bahwa sebagian dari
hukum eropa harus dijadikan berlaku juga bagi orang bukan eropa.
-
Gagasan ini pada mulanya di setujui oleh
Raad Van Indie ( DPR pada saat itu )
v Alasan
Wichers adalah :
a)
Penerapan hukum eropa untuk golongan
Bumi Putra dan Timur Asing itu dapat menguntungkan perniagaan bangsa eropa.
b)
Pentingnya kodifikasi karena kuatnya pengaruh
aliran legisme pada waktu itu menganggap hukum identik dengan undang – undang.
v Alasan
Wichers di tentang Rochusen :
a)
Hukum Eropa selaras dengan ajaran
nasrani, sedangkan Golongan Bumi putra memeluk Agama islam dan keyakinan lain
bukan nasrani, sehingga hukum eropa tidak akan berkembang jika rakyat Indonesia
belum dinasranikan seluruhnya.
b)
Jika hukum eropa banyak mempengaruhi pembentukan
IR (HIR) maka hakim pangreh praja yang diserahi pekerjaan untuk mengadili
perkara-perkara akan kehilangan banyak waktu dalam melaksanakan pekerjaan
pokok, yaitu : Tata Usaha Negara, mengurus keuangan dan cultuursteel.
c)
Penerapan hukum ( acara ) eropa akan
berakibat bahwa di lapangan hukum acara perdata kepada Bangsa Indonesia akan
diberikan hak yang sangat banyak sehingga kemerdekaan itu mereka terus maju dan
membahayakan kedudukan Pemerintah Belanda.
v
Akibatnya : Rencana Wichers yang semula
disetujui akhirnya ditolak oleh Raad Van Indie ( 23 Desember 1853 ) akan tetapi
penolkan ini sebagian saja hanya pada Pribumi, sedangkan terhadap golongan
Timur Asing di terima berdasarkan staatblad 1856:79
2C. Tahun
1904
Ø Usaha
untuk Unifikasi hukum yang berprinsip pada sistem Hukum Eropa :
-
Diprakarsai oleh Mr.Cowan
-
Alasan : a).Hukum Adat yang tidak
tertulis meniadakan adanya suatu jaminan hukum
b).Pemakaran
sistem – sistem hukum yang berbeda – beda bagi berbagai golongan penduduk yang
tidak sama pula sifatnya, akan menimbulkan kekacauan.
-
Usaha ini gagal karena kritikan dari Van
Vollen Houven ( juridisch convective werk ) pada tahun 1925.
-
Dari penelitian Van Vollen Houven di
seluruh pelosok wilayah Indonesia, yang bertujuan untuk mempelajari hukum adat
masing-masing tiap suku yang ada di berbagai wilayah Indonesia, dari penelitian
tersebut Prof. Mr. Cornelis Van Vollen Hoven
membagi Indonesia menjadi 19 lingkungan hukum adat (rechtsringen).
Satu daerah yang garis-garis besar, corak dan sifat hukum adatnya seragam
disebutnya sebagai rechtskring. Setiap lingkungan hukum adat tersebut
dibagi lagi dalam beberapa bagian yang disebut Kukuban Hukum (Rechtsgouw).
Lingkungan hukum adat tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Aceh (Aceh Besar, Pantai Barat, Singkel, Semeuleu)
2.
Tanah Gayo, Alas dan Batak :
a)
Tanah Gayo (Gayo lueus)
b)
Tanah Alas
c)
Tanah Batak (Tapanuli)
a)
Tapanuli Utara; Batak Pakpak (Barus), Batak karo, Batak
Simelungun, Batak Toba (Samosir, Balige, Laguboti, Lumbun Julu)
b)
Tapanuli Selatan; Padang Lawas (Tano Sepanjang), Angkola,
Mandailing (Sayurmatinggi)
c)
Nias (Nias Selatan)
3.
Tanah Minangkabau (Padang, Agam, Tanah Datar, Limapuluh
Kota, tanah Kampar, Kerinci)
4.
Mentawai (Orang Pagai)
5.
Sumatera Selatan :
a)
Bengkulu (Renjang)
b)
Lampung (Abung, Paminggir, Pubian, Rebang, Gedingtataan,
Tulang Bawang)
c)
Palembang (Anak lakitan, Jelma Daya, Kubu, Pasemah,
Semendo)
d)
Jambi (Orang Rimba, Batin, dan Penghulu)
e)
Enggano
6.
Tanah Melayu (Lingga-Riau, Indragiri, Sumatera Timur,
Orang Banjar)
7.
Bangka dan Belitung
8.
kalimantan (Dayak Kalimantan Barat, Kapuas, Hulu, Pasir,
Dayak, Kenya, Dayak Klemanten, Dayak Landak, Dayak Tayan, Dayak Lawangan, Lepo
Alim, Lepo Timei, Long Glatt, Dayat Maanyan, Dayak Maanyan Siung, Dayak Ngaju,
Dayak Ot Danum, Dayak Penyambung Punan)
9.
Gorontalo (Bolaang Mongondow, Boalemo)
10. Tanah Toraja
(Sulawesi Tengah, Toraja, Toraja Baree, Toraja Barat, Sigi, Kaili, Tawali,
Toraja Sadan, To Mori, To Lainang, Kep. Banggai)
11. Sulawesi
Selatan (Orang Bugis, Bone, Goa, Laikang, Ponre, Mandar, Makasar, Selayar,
Muna)
12. Kepulauan
Ternate (Ternate, Tidore, Halmahera, Kao, Tobelo, Kep. Sula)
13. Maluku Ambon
(Ambon, Hitu, Banda, Kep. Uliasar, Saparua, Buru, Seram, Kep. Kei, Kep. Aru,
Kisar)
14. Irian
15. Kep. Timor
(Kepulauan Timor, Timor, Timor Tengah, Mollo, Sumba, Sumba Tengah, Sumba Timur,
Kodi, Flores, Ngada, Roti, Sayu Bima)
16. Bali dan Lombok
(Bali Tanganan-Pagrisingan, Kastala, Karrang Asem, Buleleng, Jembrana, Lombok,
Sumbawa)
17. Jawa Pusat,
Jawa Timur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu, Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur,
Surabaya, Madura)
18. Daerah Kerajaan
(Surakarta, Yogyakarta)
19. Jawa Barat
(Priangan, Sunda, Jakarta, Banten)[1]
-
Titik balik : Dari pendapat Van Vollen
Houven tersebut, akhirnya hukum adatlah yang di pertahankan dan tetap berlaku
di Indonesia untuk tiap – tiap wilayah yang ada di Indonesia.
v
Kesimpulan : Dari usaha-usaha yang
dilakukan oleh Pemerintah Belanda ini melalui berbagai tokoh-tokoh seperti
Wichers, Rochusen, dan Mr.Cowan. Pada dasarnya adalah Pemerintah Belanda tidak
ingin melepas Indonesia dari kekuasaannya, sehingga melalui pendapat tokoh –
tokoh tersebut Pemerintah Belanda berkeinginan untuk tetap menguasai Indonesia
dalam waktu yang lama, bahkan untuk selamanya. Hingga kemudian pendapat tokoh –
tokoh Belanda tersebut di tentang oleh Orang Belanda sendiri, yaitu Van Vollen
Houven melalui teori titik balik, yang selanjutnya pendapat Van Vollen Houven inilah
yang di terima, yaitu: bukan Hukum Eropa
yang di terapkan di Indonesia, melainkan tetap Hukum Adat masing – masing
wilayah di Indonesia yang di pertahankan dan berlaku di Indonesia.
§ Sumber
:
- Bahan materi kuliah Hukum Adat oleh
Dosen Pembimbing kelas D : Mudayati P. Surachman, SH. CN
-
Internet : http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat.
[1]
H. Noor Ipansyah Jastan, S.H. dan Indah
Ramadhansyah. Hukum Adat. Hal. 76-78. (disadur dari Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar