“Hukum
Islam Pada Zaman Kegelapan”
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
1.3 Fungsi
BAB
IIPEMBAHASAN
2.1 Pengertian Zaman Kegelapan
2.2 Masa
Taqlid
2.3 Faktor-Faktor penyebab kemunduran hukum islam
2.4 Zaman Renaissance /
kebangkitan
2.5 Tokoh-Tokoh pada masa
renaissance / kebangkitan
BAB
III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pemikiran hukum dalam periode ini adalah para ahli
hukum tidak lagi memusatkan usahanya untuk memahami prinsip-prinsip atau
ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad, tetapi pikirannya ditumpukan
pada pemahaman perkataan-perkataan, pikiran-pikiran hukum para imam-imamnya saja.
Perkembangan masyarakat yang berjalan terus dan persoalan-persoalan hukum yang
ditumbuhkannya pada masa ini tidak lagi diarahkan dengan hukum dan dipecahkan
sebaik-baiknya seperti zaman-zaman sebelumnya. Dinamika masyarakat yang terjadi
terus-menerus itu tidak lagi ditampung dengan pengembangan pemikiran hukum
pula. Dengan kata lain, masyarakat terus berkembang sedang pemikiran hukumnya
berhenti. Terjadilah “kemunduran” dalam perkembangan hukum Islam. Sejak itu,
mulailah gejala untuk mengikuti saja pendapat para ahli sebelumnya (ittiba’ –taqlid),
yang masa ini sering di kenal sebagai zaman kelesuan pemikiran ( zaman
kegelapan / reinasancce ).
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui keadaan
perkembangan hukum islam pada saat masa kegelapan, masa kelesuan pemikiran, dan
renaisancce berdasarkan sebab – sebab dan faktor- faktornya.
1.3
Fungsi
Sebagai
sarana mahasiswa untuk mengetahui perkembangan hukum islam dari setiap
masa-masa perkembangan hukum islam dari masa kegelapan – masa renaissance /
kebangkitan yang berdasarkan faktor-faktor di dalam masa kegelapan dan masa
renaissance beserta bukti-bukti fakta tokoh-tokoh yang berpengaruh pada masa
itu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Zaman Kegelapan
Pengertian zaman
kegelapan adalah zaman / masa dimana saat itu ilmu hukum islam mulai berhenti
berkembang. Zaman ini juga sering di sebut zaman kelesuan pemikiran dan Fase Taqlid / Kejumudan. Periode berlangsung dari abad 10 / 11 M sampai
abad 19 M, yaitu pada akhir Khalifah Abbasiyyah. Pada masa ini
para ahli hukum hanya membatasi diri mempelajari pikiran-pikiran para ahli
sebelumnya yang telah dituangkan ke dalam buku berbagai mazhab. Yang
dipermasalahkan tidak lagi soal-soal dasar atau soal-soal pokok tetapi
soal-soal kecil yang biasa disebut dengan istilah furu’ (ranting).
2.2 Pada Masa Taqlid
Sejak itu, mulailah gejala untuk
mengikuti saja pendapat para ahli sebelumnya (ittiba’ –taqlid). Periode
taqlid ini adalah periode dimana semangat ijtihad mutlak para ulama sudah pudar
dan berhenti. Semangat kembali kepada sumber-sumber pokok tasyri’, dalam rangka
menggali hukum-hukum dari teks al-Quran dan Sunnah dan semangat mengistimbatkan
hukum-hukum terhadap suatu masalah yang belum ada ketetapan hukumnya dari nash
dengan menggunakan dalil-dalil syara’, sudah pudar dan berhenti. Mereka hanya
mengikuti hukum-hukum yang telah dihasilkan oleh imam-imam mujtahid terdahulu.
Periode taqlid ini mulai sekitar pertengahan abad IV H/X M. Pada masa ini pula terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebangkitan umat Islam dan menghalangi aktivitas mereka dalam pembentukan hukum atau perundang-undangan hingga terjadinya kemandekan. Semangat kebebasan dan kemerdekaan berpikir para ulama sudah mati. Mereka tidak lagi menjadikan al-Quran dan Sunnah sebagai sumber utama, akan tetapi justru mereka sudah merasa puas dengan berpegang kepada fiqh imam-imam mujtahid terdahulu, yakni Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan rekan-rekannya. Mereka mencurahkan segenap kemampuan mereka untuk memahami kata-kata dan ungkapan-unkapan para imam mujtahid mereka. Dan mereka tidak berusaha mencurahkan segenap kemampuannya untuk memahami nash-nash syariat dan prinsip-prinsipnya yang umum.
Periode taqlid ini mulai sekitar pertengahan abad IV H/X M. Pada masa ini pula terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebangkitan umat Islam dan menghalangi aktivitas mereka dalam pembentukan hukum atau perundang-undangan hingga terjadinya kemandekan. Semangat kebebasan dan kemerdekaan berpikir para ulama sudah mati. Mereka tidak lagi menjadikan al-Quran dan Sunnah sebagai sumber utama, akan tetapi justru mereka sudah merasa puas dengan berpegang kepada fiqh imam-imam mujtahid terdahulu, yakni Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan rekan-rekannya. Mereka mencurahkan segenap kemampuan mereka untuk memahami kata-kata dan ungkapan-unkapan para imam mujtahid mereka. Dan mereka tidak berusaha mencurahkan segenap kemampuannya untuk memahami nash-nash syariat dan prinsip-prinsipnya yang umum.
- Sebab-sebab terhentinya gerakan ijtihad
Ada 4 faktor penting yang menyebabkan terhentinya gerakan ijtihad dan suburnya kebiasaan bertaqlid kepada para imam terdahulu, yaitu:
a. Terpecah-pecahnya Daulah Islamiyah ke dalam beberapa kerajaan yang antara satu dengan yang lainnya saling bermusuhan, saling memfitnah, memasang berbagai perangkap, tipu daya dan pemaksaan dalam rangka meraih kemenangan dan kekuasaan.
b. Pada pariode ketiga para imam Mujtahid terpolarisasi dalam beberapa golongan. Masing-masing golongan membentuk menjadi aliran hukum tersendiri dan mempunyai khittah tersendiri pula. Misalnya ada kalanya dalam rangka membela dan memperkuat mazhabnya masing-masing dengan cara mengemukakan argumentasi yang melegitimasi kebenaran mazhabnya masing-masing mengedepankan kekeliruan mazhab lain yang dinilai bertentangan dengan mazhabnya.
c. Umat Islam mengabaikan sistem kekuasaan perundang-undangan, sementara di sisi lain mereka juga tidak mampu merumuskan peraturan yang bisa menjamin agar seseorang tidak ikut berijtihad kecuali yang memang ahli dibidangnya.
d. Para ulama dilanda krisis moral yang menghambat mereka sehingga tidak bisa sampai pada level orang-orang yang melakukan ijtihad. Di kalangan mereka terjadi saling menghasut dan egois mementingkan diri sendiri.
2. Kesungguhan ulama dalam pembentukan hukum pada
periode ini
Para ulama pada tiap-tiap mazhab bisa dibagi menjadi beberapa level atau tingkatan, yaitu:
a). Tingkatan Pertama; ahli ijtihad dalam mazhab
Mereka ini tidak berijtihad dalam hukum syariat secara ijtihad mutlak, mereka hanya berijtihad mengenai berbagai kasus yang terjadi dengan dasar-dasar ijtihad yang telah dirumuskan oleh para imam mazhab mereka. Diantara mereka adalah al-Hasan bin Ziyad (204 H/820 M) dari mazhab Hanafi, Ibn al-Qasim (191 H) dan Asyhab (204 H/820 M) dari mazhab Maliki dan al-Buwaithy (231 H) dan al-Muzanniy (264 H) dari mazhab Syafi’i
Para ulama pada tiap-tiap mazhab bisa dibagi menjadi beberapa level atau tingkatan, yaitu:
a). Tingkatan Pertama; ahli ijtihad dalam mazhab
Mereka ini tidak berijtihad dalam hukum syariat secara ijtihad mutlak, mereka hanya berijtihad mengenai berbagai kasus yang terjadi dengan dasar-dasar ijtihad yang telah dirumuskan oleh para imam mazhab mereka. Diantara mereka adalah al-Hasan bin Ziyad (204 H/820 M) dari mazhab Hanafi, Ibn al-Qasim (191 H) dan Asyhab (204 H/820 M) dari mazhab Maliki dan al-Buwaithy (231 H) dan al-Muzanniy (264 H) dari mazhab Syafi’i
b).
Tingkatan
Kedua;
ahli ijtihad mengenai beberapa masalah yang tidak ada riwayat dari imam
mazhabnya.
Mereka ini tidak menyalahi para imam mereka dalam berbagai hukum cabang dan juga tidak menyalahi dasar-dasar ijtihad yang mereka gunakan. Mereka yang termasuk dalam level ini adalah al-Khashaf (261 H), al-Thahawiy (lahir 230 H) dan al-Karkhiy (340 H) dan penganut mazhab Hanafi. Al-Lakhamiy (498 H), Ibnu al-‘Arabiy (542 H) dan Ibnu Rusdy (1198 M) dan penganut mazhab Malikiyah. Abu Hamid al-Ghazaliy (505 H/1111 M) dan Abu Ishaq al-Isfirayiniy (418 H) dari penganut mazhab Syafi’iyah.
c). Tingkatan Ketiga; ahli takhrij
Mereka ini tidak berijtihad dalam mengistimbatkan hukum mengenai berbagai masalah. Akan tetapi, karena keterikatan mereka kepada dasar-dasar dan rujukan mazhab yang dianutnya, maka merka tidak berusaha mengeluarkan illat-illat hukum dan prinsip-psrinsipnya. Yang termasuk dlam level ini ialah al-Jashshash (370 H) dan rekan-rekannya dari penganut mazhab Hanafiyah.
d). Tingkatan Keempat; ahli tarjih
Mereka ini mampu membandingkan diantara beberapa riwayat yang bermacam-macam yang bersumber dari pada imam mazhab merekadan sekaligus mampu mentarjih, menetapkan mana yang kuat antara satu riwayat dengan riwayat lainnya. Mereka yang termasuk dalam level ini ialah al-Qaduriy (428 H) dan pengarang kitab al-Hidayah dan rekan-rekannya sesama penganut mazhab Hanafi.
Mereka ini tidak menyalahi para imam mereka dalam berbagai hukum cabang dan juga tidak menyalahi dasar-dasar ijtihad yang mereka gunakan. Mereka yang termasuk dalam level ini adalah al-Khashaf (261 H), al-Thahawiy (lahir 230 H) dan al-Karkhiy (340 H) dan penganut mazhab Hanafi. Al-Lakhamiy (498 H), Ibnu al-‘Arabiy (542 H) dan Ibnu Rusdy (1198 M) dan penganut mazhab Malikiyah. Abu Hamid al-Ghazaliy (505 H/1111 M) dan Abu Ishaq al-Isfirayiniy (418 H) dari penganut mazhab Syafi’iyah.
c). Tingkatan Ketiga; ahli takhrij
Mereka ini tidak berijtihad dalam mengistimbatkan hukum mengenai berbagai masalah. Akan tetapi, karena keterikatan mereka kepada dasar-dasar dan rujukan mazhab yang dianutnya, maka merka tidak berusaha mengeluarkan illat-illat hukum dan prinsip-psrinsipnya. Yang termasuk dlam level ini ialah al-Jashshash (370 H) dan rekan-rekannya dari penganut mazhab Hanafiyah.
d). Tingkatan Keempat; ahli tarjih
Mereka ini mampu membandingkan diantara beberapa riwayat yang bermacam-macam yang bersumber dari pada imam mazhab merekadan sekaligus mampu mentarjih, menetapkan mana yang kuat antara satu riwayat dengan riwayat lainnya. Mereka yang termasuk dalam level ini ialah al-Qaduriy (428 H) dan pengarang kitab al-Hidayah dan rekan-rekannya sesama penganut mazhab Hanafi.
e).
Tingkatan
Kelima;
ahli taqlid
Mereka ini mampu membeda-bedakan riwayat-riwayat yang jarang dikenal dan riwayat yang sudah terkenal dan jelas, dan mampu membeda-bedakan antara dalil-dalil yang kuat dan yang lemah. Mereka yang termasuk dalam level ini antara lain adalah para pengarang kitab matan-matan yang terkenal dan ma’tabar dikalangan mazhab Abu Hanafiah, seperti pengarang kitab al-Kanz dan al-Wiqayah.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa sesungguhnya kesungguhan aktivitas para ulama.
Mereka ini mampu membeda-bedakan riwayat-riwayat yang jarang dikenal dan riwayat yang sudah terkenal dan jelas, dan mampu membeda-bedakan antara dalil-dalil yang kuat dan yang lemah. Mereka yang termasuk dalam level ini antara lain adalah para pengarang kitab matan-matan yang terkenal dan ma’tabar dikalangan mazhab Abu Hanafiah, seperti pengarang kitab al-Kanz dan al-Wiqayah.
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa sesungguhnya kesungguhan aktivitas para ulama.
2.3
Faktor-Faktor Penyebab Kemunduran Hukum Islam
Perkembangan pemikiran seseorang
selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor. Perkembangan pemikiran hukum Islam ini
pun dipengaruhi oleh berbagai keadaan atau faktor pula. Di antara faktor-faktor
atau keadaan yang menyebabkan “kemunduran” atau kelesuan pemikiran hukum Islam
di masa itu adalah hal-hal berikut:
1. Kesatuan
wilayah Islam yang luas, telah retak dengan munculnya beberapa negara baru,
baik di Eropa (Spanyol), Afrika Utara, di kawasan Timur Tengah, dan Asia.
Munculnya negara-negara baru itu membawa ketidakstabilan politik. Hal ini
mempengaruhi pula kegiatan pemikiran dan pemantapan hukum.
2. Ketidakstabilan
politik menyebabkan pula ketidakstabilan kebebasan berpikir. Artinya orang
tidak bebas mengutarakan pendapatnya. Dan karena pada zaman sebelumnya telah
terbentuk aliran-aliran pemikiran hukum yang disebut dengan mazhab-mazhab (yang
empat) itu, para ahli hukum dalam periode ini tinggal memilih (ittiba’i)
atau mengikuti (taqlid) saja pada
salah satu di antaranya, memperkuat, memperjelas hal-hal yang terdapat dalam
mazhabnya itu dengan berbagai penafsiran dan cara. Sikap yang seperti nini
menyebabkan “jiwa atau ruh ijtihad” yang menyala-nyala di zaman-zaman
sebelumnya menjadi padam dan para ahli mengikuti saja paham yang telah ada
dalam mazhabnya.
3.
Pecahnya kesatuan
kenegaraan/pemerintahan itu menyebabkan merosotnya pula kewibaan pengendalian
perkembangan hukum. Dan bersamaan dengan itu muncul pula orang-orang yang
sebenarnya tidak mempunya kelayakan untuk berijtihad, namun mengeluarkan
berbagai garis hukum dalam bentuk ‘fatwa’ yang membingungkan masyarakat.
Kesimpangsiuran pendapat yang seringkali bertentangan, menyebabkan pihak yang berkuasa
memerintahkan para mufti serta kadi-kadi (para hakim) untuk mengikuti saja
pemikiran-pemikiran yang telah ada sebelumnya. Dengan langkah ini dimaksudkan
“kesimpangsiuran” pemikiran hukum akan dihentikan, tetapi justru dengan itu
“kebekuan” pemikiran hukum terjadi. Bersamaan dengan itu pula dikumandangkan
pendapat bahwa “pintu ijtihad atau bab
al-ijtihad (baca: babul ijtihad) telah tertutup.”
4.
Timbulnya gejala kelesuan berpikir
dimana-mana. Karena kelesuan berpikir itu, para ahli tidak mampu lagi menghadapi
perkembangan keadaan dengan mempergunakan akal pikiran yang merdeka dan
bertanggung jawan. Dan dengan demikian pula perkembangan hukum Islam pada
periode ini menjadi lesu, tidak berdaya lagi menghadapi dan menjawab
tantangan-tantangan zamannya.
2.4 Zaman
Renaissance / kebangkitan
Setelah mengalami kelesuan dalam
beberapa abad lamanya, pemikiran Islam telah bangkit kembali, timbul sebagai
reaksi terhadap sikap taqlid tersebut yang telah membawa kemunduran hukum
islam. Pada abad ke XIV telah timbul seorang mujtahid besar yang menghembuskan
udara baru dalam perkembangan hukum Islam yang bernama Ibnu Taimiyyah dan
muridnya Ibnu Qayyim al Jaujiyyah walau pola pemikiran mereka dilanjutkan pada
abad ke XVII oleh Muhammad Ibnu Abdul Wahab yang terkenal dengan
gerakan baru di antara gerakan-gerakan para ahli hukum yang menyarankan
kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah. Gerakan ini oleh Prof. H. Muhammad Daud
Ali, SH dalam bukunya. Hukum Islam, disebutkan sebagai gerakan Salaf (Salafiah)
yang ingin kembali kepada kemurnian ajaran Islam di zaman salaf (permulaan),
generasi awal dahulu.
Hanya saja barangkali
pemikiran-pemikiran hukum Islam yang mereka ijtihadkan khususnya Ibnu Taimiyah
dan Ibnu Qoyyim, tidak menyebar luas kepada dunia Islam sebagai akibat dari
kondisi dan situasi dunia Islam yang berada dalam kebekuan, kemunduran dan
bahkan berada dalam cengkeraman orang lain, ditambah lagi dengan sarana dan
prasarana penyebaran ide-ide seperti percetakan, media massa dan elektronik
serta yang lain sebagainya tidak ada, padahal sesungguhnya ijtihad-ijtihad yang
mereka hasilkan sangat brilian, menggelitik dan sangat berpengaruh bagi orang
yang mendalaminya secara serius.
Ijtihad-ijtihad besar yang dilakukan
oleh kedua dan bahkan ketiga orang tersebut di atas, dilanjutkan kemudian oleh
Jamaluddin Al-Afgani (1839-1897) terutama di lapangan politik. Jamaluddin
Al-Afgani inilah yang memasyhurkan ayat Al-Qur’an : Sesungguhnya Allah tidak
akan merubah nasib suatu bangsa kalau bangsa itu sendiri tidak (terlebih
dahulu) berusaha mengubah nasibnya sendiri (Q.S. Ar-Ra’du (13) : 11). Ayat ini
dipakainya untuk menggerakan kebangkitan ummat Islam yang pada umumnya dijajah
oleh bangsa Barat pada waktu itu. Al-Afgani menilai bahwa kemunduran ummat
Islam itu pada dasarnya adalah disebabkan penjajahan Barat.
Oleh karena penyebab utama dari
kemunduran itu adalah penjajahan Barat terhadap dunia Islam, maka Al-Afgani
berpendapat bahwa agar ummat Islam dapat maju kembali, maka penyebab utamanya
itu yang dalam hal ini adalah penjajahan Barat harus dilenyapkan terlebih
dahulu. Untuk itulah maka Al-Afgani menelorkan ide monumentalnya yang sangat
terkenal sampai dengan saat ini, yaitu Pan Islamisme, artinya persatuan seluruh
ummat Islam.
Persoalannya sekarang adalah apakah
pemikiran Al-Afgani tentang Pan Islamisme ini masih relevan sampai dengan saat
ini ataukah tidak. Artinya apakah pemikiran Al-Afgani ini masih cocok untuk
diterapkan dalam dunia Islam yang nota bene nasionalisme masing-masing negara
sudah menguat dan mengental ditambah tidak seluruhnya negara-negara muslim
negaranya berdasarkan Islam. ide yang dilontarkan oleh Al-Afgani ini adalah
relevan pada masanya, namun demikian masih perlu diterjemahkan ulang pada masa
kini. Sebab persatuan dunia Islam sebagaimana layaknya sebuah negara Islam
Internasional tidak memungkinkan untuk dilaksanakan lagi, tetapi persatuan
ummat Islam dalam arti bersatu untuk memberantas pengaruh negatif dari
negara-negara Barat dan adanya kesepakatan bersama untuk saling bantu membantu
dalam memberantas kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan adalah sesuatu hal
yang mutlak dan sangat diperlukan oleh dunia Islam saat ini.
Cita-cita ataupun ide besar
Al-Afgani tersebut mempengaruhi pemikiran Muhammad Abduh (1849-1905) yang
kemudian dilanjutkan oleh muridnya Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935).
Pikiran-pikiran Muhammad Abduh dan Muhammad Rasyid Ridha mempengaruhi pemikiran
ummat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia, pikiran-pikiran Abduh ini sangat
kental diikuti oleh antara lain Gerakan Sosial dan Pendidikan Muhammadiyah yang
didirikan oleh K. H. Ahmad Dahlan di Yogyakarta tahun 1912. Hanya saja
pikiran-pikiran Al-Afgani yang diikuti oleh Gerakan Sosial dan Pendidikan
Muhammadiyah itu lebih banyak pada substansi daripada konsep Pan Islamisme,
bukan pada pendirian negara islam internasionalnya.
2.5 Tokoh-Tokoh yang Berpengaruh pada Zaman
Renainssancce
Berikut
ini nama-nama ilmuan Muslim yang berjasa sangat besar dalam ilmu pengetahuan di
Zaman Renaissance
1. Jabir
bin Hayyan (Geber), Bapak Kimia Modern
Abu Musa
Jabir bin Hayyan atau lebih dikenal dengan nama Geber di dunia Barat,
diperkirakan lahir di Kuffah, Irak pada tahun 750 dan wafat pada tahun 803.
Kontribusi terbesar Jabir adalah dalam bidang Kimia. Dialah ilmuan yang pertama
kali meletakkan pondasi ilmu kimia modern. Keahliannya ini didapatnya dengan ia
berguru pada, pada masa pemerintahan Harun Ar-Rasyid di Baghdad. Ia
mengembangkan teknik eksperimentasi sistematis di dalam penelitian kimia,
sehingga setiap eksperimen dapat direproduksi kembali. Jabir menekankan bahwa
kuantitas zat berhubungan dengan reaksi kimia yang terjadi, sehingga dapat
dianggap Jabir telah merintis ditemukannya
2. Ibnu Rusyd (Averrous), Filsuf
Muslim
Abu Walid Muhammad bin
Rusyd lahir di Cordova (Spanyol) pada tahun 520 Hijriyah (1128 Masehi). Ayah
dan kakeknya adalah hakim-hakim terkenal pada masanya. Ibnu RUsyd kecil sendiri
adalah seorang anak yang mempunyai banyak minat dan talenta. Dia mendalami
banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika, filsafat. Sementara ilmu
filsafat sendiri ia dalami dari Abu Ja'far Harun dan Ibnu Baja.
Ia adalah seorang jenius yang berasal dari
Andalusia dengan pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar
dihabiskan untuk mengabdi sebagai seorang "Kadi" (hakim) dan
fisikawan. Di dunia barat ia dikenal sebagai komentator terbesar atas filsafat
Aristoteles yang mempengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan, termasuk
pemikir semacam St. Thomas Aquinas.
Karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat,
kedokteran dan fikih dalam bentuk karangan, ulasan, essai, dan resume. Hampir
semua karya-karya Ibnu Rusyd diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani
(Yahudi) sehingga kemungkinan besar karya-karya aslinya sudah tidak ada.
sebagian seorang ahli filsafat, Ibnu Rusyd
mempunyai dua jenis filsafat, yaitu filsafat Ibnu Rusyd sebagaimana yang
dipahami oleh orang Eropa pada abad pertengahan, dan filsafat Ibnu Rusyd
tentang akidah dan sikap keberagamaannya.
Karyanya di antaranya:
- Bidayat Al-Mujtahid (kitab ilmu fiqih)
- Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran)
- Fasl Al-Maqal fi Ma Bain Al-HIkmat wa
Asy-Syari'at (filsafat dalam Islam dan menolak segala paham yang bertentangan
dengan filsafat)
3.Ibnu Sina
(Avicenna): Bapak Kedokteran
Ibnu Sina dikenal dengan
nama Avicenna, seorang filsuf, ilmuan, dan juga dokter kelahiran Persia
(sekarang sudah menjadi Uzbekistan). Karyanya yang sangat fenomenal dalam
bidang kedokteran adalah Qanun fi Tibb yang merupakan rujukan utama di bidang
kedokteran selama berabad-abad.
Dialah pengarang dari 450 buku pada beberapa
pokok bahasan besar. Kebanyakan di antaranya memusatkan pada filsafat dan
kedokteran. Dia dianggap oleh orang banyak sebagai "Bapak Kedokteran
Modern". George Sarton menyebut Ibnu Sina, "ilmuan paling terkenal
dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan
waktu," Pekerjaannya yang paling terkenal adalah The Book of Healing
dang The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai Qanun (judul lengkapnya:
Al-Qanun fi At-Tibb)
Ia lahir pada tahun 370 H/980 M di rumah
ibunya Afshana, sebuah kota kecil sekarang wilayah Uzbekistan. Ayahnya seorang
srjana terhormat Ismaili, berasal dari Balkh Khurasan, dan pada saat kelahiran
putranya dia adalah gubernur suatu daerah di salah satu pemukiman Nuh ibn
Manshur, sekarang wilayah Afghanistan.
Dia mempelajari kedokteran pada usia 16
tahun, dan tidak hanya belajar teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada
orang sakit, melalui perhitungannya sendiri ia menemukan metode-metode baru
dari perawatan. Anak muda ini memperoleh predikat sebagai fisikawan pada usia
18 tahun dan menemukan bahwa "Kedokteran bukanlah ilmu yang sulit dan
menjengkelkan seperti matematika dan metafisika, saya menjadi dokter yang
sangat baik dan mulai merawat para pasien, menggunakan obat-obat yang
sesuai." Kemasyuran sang fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia
merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran.
4. Al-Biruni, Matematikawan
Muslim
Al-Biruni merupakan seorang
matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia,
filsuf, pengembara, sejarawan, ahli farmasi dan guru. Namun ia banyak
menyumbang dalam bidang matematika, filsafat, dan obat-obatan. Nama lengkapnya
adalah Abu Raihan Al-Biruni yang lahir di daerah Khawarazm di Asia Tengah. Dia
mempelajari ilmu matematika dan ilmu falak (perbintangan) dari Abu Nashr
Manshur. Ia merupakan teman dari Ibnu Sina.
Saat beliau berumur 17 tahun, dia meneliti
garis lintang bagi Kath, Khawarazm, dengan menggunakan latitude maksima
matahari. Selanjutnya saat beliau beranjak umur 22 tahun, ia menulis beberapa
hasil kerja ringkas, termasuk kajiannya mengenai proyeksi peta,
"Kartografi", yang termasuk metodologi untuk membuat proyeksi belahan
bumi pada bidang datar.
Saat beliau berusia 27 tahu, ia menulis buku
"Kronologi" yang merupakan hasil eksperimen beliau termasuk buku
tentang Astrolab, sebuah buku tentang sistem bilangan desimal, 4 buku lainnya
tentang pengkajian bintan, dan 2 buku mengenai sejarah. Ia berhasil menjadi
ilmuan yang produkti karena telah menulis 120 buku. Sumbangannya dalam ilmu
matematika di antaranya:
- aritmetika teoritis dan praktis
- analisis kombinatorial
- penjumlahan seri
- bilangan irasional
- kaidah angka 3
- metode pemecahan penjumlahan aljabar
- definisi aljabar
- sudurt segitiga
- teorema Archimedes
- teori perbandingan, dan
- geometri
Hal yang sangat menarik juga adalah bahwa
beliau membuat sebuah penelitian tentang jadi-jari Bumi yaitu sekitar 6.339,6
kilometer. Hasil ini kemudian selanjutnya diulang di Barat pada abad ke-16.
5. Al-Khawarizmi, Guru
Aljabar Eropa
Selanjutnya ilmuwan islam yang juga
sangat banyak memberikan sumbangsik bagi abad pertengahan ini adalah
Al-Khariami. Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Ahmad bin Yusuf. Di Barat
ia dikenal dengan panggilan Al-Coharizmi, Ak-Karismi, Al- Goritmi, Al- Gorismi
dan beberapa ejaan lagi. Dilahirkan di daerah Bukhara (sekarang masuk wilayah
Uzbekistan) dan wafat antara tahun 220 dan 230 M. Namun sumber lain mengatakan
bahwa beliau hidup di Khawarism, pada tahun 194 H/780 M dan meninggal pada
tahun 266 H/850 M di Baghdad.
Ialah ilmuwan yang menciptakan penggunaan
Secans dan Tangen dalam trigonometri dan astronomi. Dalam usia mudanya ia
bekerja di sebuah obsevatori, tempat belajar astronomi dan matematika di Bayt
Al-Hikmah di bawah pemerintahan Khalifah Al-Ma'mun di Baghdad. Ia dipercaya
sebagai kepala perpustakaan khalifah. Ia juga pernah memperkenalkan angka-angka
India dan cara perhitungan orang India pada dunia Islam.
Sumbangsihnya dalam bentuk karya di
antaranya:
1. Al-Jabr wa Al-Muqabalah : berisi pemkaian
secans dang tangen dalam trigonometri dan astronomi.
2. Hisab Al-Jabr wa Al-Muqabalah : berisi
contoh-contoh persoalan matemarika dan mengemukakan 800 buah masalah yang
sebagian besar merupakan persoalan yang dikemukakan oleh Neo Babylian.
3. Sistem Nomor : karyanya yang ini sangat
membantu dalam hal trigonometri sekaran karena memuat sin, cos, dan tan dalam
penyelesaian trigonometri, teorema segitiga sama kaki dan perhitungan luas
segitiga, segi empat, dan lingkaran dalam geometri.
Selain terkenal dalam bidang matematika ia
juga ahli dalam bidang astronomi atau ilmu falak.
6. Ibnu Ismail Al-Jazari, Penemu
Konsep Robotika Modern
Dengan mengembangkan
prinsip hidrolik untuk menggerakkan mesin yang sekaran dikenal sebagai mesin
robot membuatnya dikenal sebagai ilmuwan Muslim penemu ilmu robotika modern. Ia
dinobatkan sebagai ahli teknik muslim yang ternama. Ia merupakan tokoh besar di
bidang mekanika dan industri. Dilahirkan di antara sisi utara Irak dan timur
laut Syria, tepatnya antara Sungai Tigris dan Sungai Eufrat.
Nama lengkap beliau dalah Badi Al-Zaman
Abulez Ibn Alrazz Al-Jazari, tinggal di Diyar Bakir, Turki selama abad kedua
belas. Ia mendapat julukan sebagai Bapak Modern Engineering berkat
temuan-temuannya. Ia dipanggil Al-Jazira karena dilahirkan di Al-Jazira, sebuah
wilayah antara Sungai Tigris dan Sungai Eufrat.
Karya-karyanya yang fenomenal adalah jam
gajah yang dibuatnya pada tahun 1206 M. Prinsip kerja jam gajah ini adalah
dengan memanfaatkan tenaga air dan berat benda untuk menggerakkan secara
otomatis sistem mekanis, yang dalam interval tertentu akan memberikan suara
simbal dan burung berkicau. Kini replika jam gajah ternyata disusun kembalio di
London Science Museum, sebagai bentuk penghargaan atas karya besarnya itu.
Selanjutnya karyanya yang lain yang
dikonstruksi ulang di Inggris pada 1976, yaitu jam air. Banyak orang yang
berdecak kagum dengan hasil karya tersebut di acara World of Islam Festival.
7. Abu Al-Qasim Al-Zahrawi,
Sang Penemu Gips Era Islam
Ia merupakan penemu gips
era Islam, seorang dokter, ahli bedah. Dialah penemu asli dari teknik
pengobatan patah tulang dengan menggunakan gips sebagaimana di era modern
sekarang. Dia lahir pada tahun 936 M di kota Al-Zahra, sebuah kota dekat
Cordova di Andalusia. Keluarga ayah Al-Zahrawi aslinya dari Madinah yang pindah
ke Andalusia.
Dia selain terkenal sebagai seorang dokter
yang hebat juga termasyhur karena ketaatannya sebagai seorang sufi. Dia
seringkali tidak meminta imbalan ketika melakukan pengobatan karena ia
menganggap hal itu sebagai bagian dari amal atau sedekah. Ia juga bekarja
sebagai dokter pribadi Khalifah Al-Hakam II yang memerintah kota Cordova di
Andalusia.
Salah satu karyanya yang fenomenal adalah
Kitab At-Tasrif yang berisi penyiapan beragam obat-obatan yang dibutuhkan untuk
menyembuhkan pasien setelah dilakukan proses operasi. Dalam pengobatan ini juga
dikenal teknik sublimasi. Terjemahan kitab ini pernah diterbitkan pada tahun
1519 dengan judul "Liber Theoricae nec non Practicae Alsaharavii".
Kitabnya yang berisi sejumlah diagram dan ilustrasi alat bedah ini menjadi buku
wajib bagi mahasiswa di seluruh Eropa.
8. Ibnu Haitham (Al Hazen),
Ilmuwan Optik
Beliau memiliki nama
lengkap Abu Al-Muhammad Al-Hassan Ibnu Al-Haitham. Namun, di dunia Barat ia
lebih dikenal dengan nama Alhazen. Dilahirkan di Basrah pada thaun 965 M. Ia
sempat menjadi pegawai pemerintahan di kota kelahirannya ini namun segera
keluar karena kuran suka dengan kehidupan birokrat.
Kota pertama yang ditujunya adalah Ahwaz
kemudian Baghdag. Karena kecintaannya akan ilmu pengetahuan membawanya hijrah
ke Mesir. Untuk mencari nafkah membiayai kehidupannya, ia menyalin buku tentang
matematika dan ilmu falak.
Ia melakukan eksperimen terhadap kaca yang
dibakar dan dari situlah tersetus teori lensa pembesar (lup). Teori ini
digunakan oleh saintis Italia untuk menghasilkan kaca pembesar pertam di dunia
saat itu. Selanjutnya hal yang lebih menakjubkan lagi adalah Ibnu Haitham telah
menemukan prinsip isi padu udara sebelum ilmuwan bernama Tricela mengetahu hal
tersebut setelah 500 tahun kemudian. Beberapa buah bukunya tentang cahaya
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Salah satunya adalah Light dan On
Twilight Phenomena yang membasa mengenai senja dan lingkaran cahaya di sekitar
bulan dan matahari bayang-bayang dan gerhana.
Di antara buku karangan beliau adalah:
- Al-Jami' fi Usul Al-Hisab yang berisi teori
ilmu matematika
- Tahlil Al-Masa'il Al-'Adadiyah tentang
aljabar
- Maqalah fi Istikhraj Simat Al-Qiblah yang
mengupas tentang arah kiblat
- Maqalah Fima Tad'u Ilaih mengenai
penggunaan geometri dalam urusan hukum syarak, dan
- Risalah fi Sina'at As-Syi'r tentang teknik
penulisan puisi
Walaupun menjadi orang yang terkenal di
zamannya, namun ia tetap hidup dalam kesederhaan. Beliau dikenal sebagai orang
yang miskin materi tapi kaya akan ilmu pengetahuan.
9. Al-Jahiz, Ahli
Biologi Muslim
Abu Uthman Amr ibn BAhr
Al-Kinani Al-Fuqaimi Al-Basri adalah nama lengkap beliau. Dilahirkan di Irak
pada tahun 781 M tepatnya di kota Basrah. Ialah ilmuwan muslim pertama yang
mecetuskan ilmu evolusi. Jhon William Draper, ahli biologi Barat pernah
mengatakan, "Teori evolusi yang dikembangkan umat Islam lebih jauh dari
yang seharusnya kita lakukan. Para ahli biologi Muslim sampai meneliti berbagai
hal tentang anorganik sierta mineral.
Beliaulah ahli biologi muslim yang berhasil
menuliskan kitab Ritab Al-Haywan (buku tentang binatang). Dalam kitabnya
itu ia menuliskan tentang kuman, teori evolusi, adaptasi, dan psikologi
binatang. Ia juga dikenal sebagai ahli biologi pertama yang mencatat perubahan
hidup burung melalui migrasi.
Karirnya sebagai penulis ia mulai dengan
menulis berbagai artikel ketiak ia masih di Basra. Sejak saat itulah ia
menuklis sampai 200 buku semasa hidupnya.
Kitab-kitab lain yang ditulisnya selainya
Al-Haywan adalah:
- Kitab Al-Bayan wa Al-Tabyin (The Book of
Eloquence and Demonstration)
- Kitab Moufakharat Al-Jawari wal Ghilman
(The Book of Dithyramb of Concubines and Ephebes)
- Risalat Mufahkarat Al-Sudan 'Ala Al-Bidan
(Superiority of The Blacks to THe Whites)
Ia meninggal dunia pada tahun 869 M pada usia
93 tahun ketika memilih untuk menetap di Baghdad selama 50 tahun.
10. Ar-Razi (Razhes), Ilmuwan
Muslim Penemu Cacar dan Campak
Di Barat ia dikenal dengan
nama Razhes, sementara nama asli beliau adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria
Ar-Razi. Ia merupakan salah seorang pakar sains Iran yang hidup antara tahun
864 - 930 M. Ia dilahirkan di Rayy, Teheran pada tanggal 28 Agustus 865 M dan
meninggal dunia pada tanggal 9 Oktober 925 M.
Ar-Razi muda mempelajari ilmu filsafat,
kimia, matematika, dan kesastraan. Pada usianya yang ke-30 tahun, ia memutuskan
untuk berhenti menekuni bidang kimia yang menyebabkan matanya menjadi cacat.
Ini yang mendorongnya untuk mencari dokter yang bisa menyembuhkan matanya, dan
dari sini pulalah ia mulai mempelajari ilmu kedokteran.
Ar-Razi adalah orang pertama yang membuat
penjelasan seputar penyakit cacar. Diagnosa ini kemudian dipuji oleh
Ensiklopedia Britanika (1911) yang menulis: "Pernyataan pertama yang
paling akurat dan tepercaya tentang adanya wabah ditemukan pada karya dokter
Persia pada abad ke-9 yaitu Rhazes, di mana ia menjelaskan gejalanya secara
jelas, patologi penyakit yang dijelaskan dengan perumpamaan fermentasi anggur
dan cara mencegah wabah tersebut.
Buku Ar-Razi yang berjudul Al-Judari
wal-Hasbah (Cacar dan Campak) merupakan buku pertama yang membahas tentang
cacar dan campak sebagai dua wabah penyakit yang berbeda. Buku ini kemudian di-translate
ke dalam bahasa Latin dan bahasa Eropa lainnya.
Ia juga dikenal sebagai ilmuwan yang
menemukan penyakit "alergi asma", dan merupakan ilmuwan pertama yang
menulis tentang alergi dan imunologi. Pada bidang farmasi ia berkontribusi
dalam membuat peralatan seperti tabung, spatula, dan mortar.
Buku-buku Ar-Razi pada bidang kedokteran di
antaranya:
- Hidup yang Luhur
- Petunjuk kedokteran untuk masyarakat umum
- Keraguan pada Galen
- Penyakit pada Ana
BAB
III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Zaman kegelapan adalah zaman dimana pada masa itu terjadi
kelesuan pemikiran yang menyebabkan perkembangan hukum islam pada masa itu
berhenti dan mengalami kemunduran karena adanya beberapa faktor, kemudian
setelah zaman kegelapan / kelesuan tesebut muncul Zaman renaissance yang merupakan
zaman dimana bangkitnya kembali pemikiran-pemikiran mengenaii hukum
islam setelah mengalami kelesuan pada abad ke 4 M. di dalam zaman renaissance
ini ulama memiliki peran yang sangat vital yaitu membangkitkan kembali hokum
islam yang telah tertutup pintu ijtihadnya.
Perkembangan hokum islam dibeberapa
Negara muslim berkembang dengan pesat. Ini terbuki dengan adanya trasformasi
hokum islam melalui perundang-undangan sebagai aturan resmi ketatanegaraan
dalam pengturan setiap aspek kehidupan.
Tanpa mereka maka mustahil pengetahuan akan bisa
lebih maju seperti sekarang. Banyak ilmuan Barat yang menaruh penghargaan besar
atas konstribusi mereka. Mengingat kenyataan bahwa orang Islam-lah yang
mengajari mereka ilmu pengetahuan ketika bangsa Eropa berada dalam zaman
kegelapan. Meskipun timbul konspirasi dari orang Barat yang seolah-olah ingin
menyembunyikan fakta ini dari kaum Muslimin. Sehingga yang kita kenal sekarang
sebagai ilmuan besar justru bukanlah dari kaum Muslimin melainkan dari
ilmuan-ilmuan Barat, yang nota benenya
menuntut ilmu kepada kaum Muslimin.Merekalah yang menjadi jembatan dari ilmu pengetahuan yang ada di zaman
Yunani kuno dahulu dengan adanya ilmu modern sekarang. Maka sangatlah
mengecewakan bila kita sendiri sebagai bagian dari umat ini tidak
mengetahuinya.
Betapa
sempurnanya agama ini! Al-Quran dan Al-Hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, yang menjadi panduan hidup. Selain itu, kedua sumber hukum Islam inilah
yang menjadi inspirasi para ilmuan Muslim yang senantiasa bertaqarrub kepada
Rabb-Nya sehingga ditemukan solusi-solusi dari permasalahan ilmu pengetahuan
yang ada di zaman itu
darimana sumber untuk makalah ini.
BalasHapusfootnote nya gan sumber daftar pustaka gan alamak gak sekalian
BalasHapus